HARI RAYA PAGERWESI


PAGERWESI ADALAH PEMUJAAN UNTUK KAWITAN TERTINGGI (PRAMESTIGURU)
INI DIAMBIL DARI LONTAR RAJA PURANA DALEM MAJAPAHIT untuk keberadaan PURA BESAKIH :salah satu isinya adalah sebagai berikut"Jika tidak mentaati Piagam ini semoga kamu sirna dan menjadi lintah". Ini Piagam tahun 1007 Masehi (929 Saka). Om Namobhye namah, Om Sri wastha sattawasar. Raja Majapahit kabarnya dalam keadaan berbaring. Pada waktu itulah Prasasti yang berupa Piagam ini dikeluarkan. 
 
Aku adalah Batara Indra (Sri Wilatikta Brahmaraja I/Jayasabha nama beliau sebelum di abisekha Raja Majapahit)Hyang Wisesa gelar Beliau(Purusha), Istriku adalah Batari Maospahit(Bhatari Mas Magelung) dan aku Raja Majapahit bersama-sama bersemayam di pulau Bali.Ucapan ini ditujukan pada/ Diceritakan kepada Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan yang menurunkan Raja Bali. Karena ketulusan hati dan kebijaksanaan beliau ibarat Sang Hyang Dharma menjadi raja yang dapat mengalahkan raja Bali yang terdahulu. 
 
Dan Sira Wang Bang yang mengabdikan diri kepada Batara di Besakih juga mengemong pura tempat bersemayamnya Batara Naga Basukih. Demikianlah kewajibannya selama hidup serta para turunannya mengabdi mempersembahkan air suci. Sira Wang Bang mengantarkan persembahan raja ke hadapan Batara di Kahyangan tatkala bersembahyang ke hadapan yang bersemayam di puncak Gunung Agung dan Batara Pusering Tasik (Tengah samudra) dan lautan madu. Aku mengambil hasil bumi dan angkasa, segala jenis hasil pesisir, lautan dan gunung untuk biaya upacara ke hadapan Batara di Besakih (gunung Agung). Berkat anugerah Batara masyarakat bersatu mematuhinya akibatnya bumi pun makmur(Gemah rimpah loh jinawi). 
 
Para Arya semua bersatu yaitu: Arya Kanuruhan, Arya Kenceng, Delancang, Arya Belog, Arya Kuta Waringin. Sabda Batara, "Hai kamu manusia mayapada, jangan engkau durhaka kepadaku. Jika engkau tidak memelihara pura-pura di Besakih persemayaman para Dewa masing-masing dan kalau ada yang rusak tidak kamu perbaiki, tidak bakti, semoga kamu bertikam-tikaman dengan keluargamu dan semoga engkau binasa, martabatmu akan surut dan menderita serta jauh dari keselamatan". Sabda Batara Nawasanga kepada para umat penganut Siwa dan Buda dan para catur wangsa supaya memelihara dan memperbaiki kerusakan pura di Besakih."dsb dst.
 
Jadi semua Pura pura yang ada di Bali adalah pemujaan untuk Leluhur sesuai dengan tingkatannya,sedangkan Tuhan adalah sebagai pesaksi karena Tuhan telah memberikan mandat untuk Leluhur Tertinggi untuk mengurus keturunannya,baru nanti Beliau menyampaikan kepada Tuhan,bukti nyatanya sesuai dengan keberadaan Meru Tumpang yang ada di Kawitan di Besakih seperti Meru Tumpang I,II,II sampai Tumpang XI.contoh tingkatan leluhur kita ambil dari Bapak Ibu tingkat/tumpang I,Kakek nenek II,Kumpi III,buyut IV,kelab kambe V,dadong dawuh VI,kropaksentre VII,udeg-udeg VIII,gantung siwur IX,canggah X,Danghyang XI, baru setelah itu Tuhan.Jadi begitulah contoh untuk imflementasi Tingkatan leluhur yang dimanifestasikan oleh pendahulu kita dalam bentuk Meru Tumpang dan lestari sampai sekarang dan Budaya adiluhung itu punya makna bukan sekedar"mule keto"yang berhubungan dengan Buana Agung Alam semesta dan beserta isinya(Siwatatwa).

Menyambung makna dari Pagerwesi yang sudah turun menurun dirayakan oleh umat kita sudah tentu berhubungan juga dengan bhakti ke dalam diri yang sering di identikkan dengan Roh Suci(atman yang bersemayam di dalam diri dengan istilah Yoga Semadhi yaitu penerapan budhi pekerti luhur,mulat sarira,cinta kasih sesama sekalian mahkluk/sarwa prani,karena apa yang ada di alam(macrokosmos) begitu juga keberadaannya di Buana Alit(microkosmos)imflementasi ke dalam yang sering disebut Budhatatwa.inilah yang sering diperdebatkan mengenai makna "Siwa Budha"yang merupakan satu kesatuan dalam konsef kita hidup.Apapun yang kita laksanakan tanpa menerapkan "siwa budha"semuanya adalah palsu belaka.Inilah sistem yang perlu dilanggengkan turun-temurun agar terus berkelanjutan.
 
Dan ini saya tampilkan (Foto Piagam Siwa Budha zaman Dinasti Sendok dok Pura Majapahit Pusat)kenapa simbul "Surya Majapahit"adalah sebagai lambang Kerajaan Majapahit yang mana Siwa budha menyatu di tengah-tengah diantara dewa-dewa yang lain.Sehingga apa yang bisa membentengi kita bukanlah kesaktian atau kekebalan melainkan bhakti yang tulus pada Leluhur disertai moral yang baik.Rahayu, semoga semua mahkluk hidup berbahagia.

PURANA IBU DARI SEGALA IBU


PENGUNGKAPAN SEJARAH:
Bertepatan dengan Hari Raya Saraswati ini,kami selaku Penyungsung dan Pengempon Pura Majapahit akan mengungkap sejarah Ibu dari segala Ibu di jagadraya ini yang sering disebut sebagai Ibu DURGA MAHISA WARDINI(yang dimanifestasikan) yaitu Ibu dari Prabu Airlangga yang nama terkenalnya adalah Dewi Mahendradhatha.

Kenapa kami ungkap sejarah/purana/babad ini adalah untuk memberikan pencerahan kepada umat yang kurang tahu persis siapa sebenarnya Ibu ini yang Pratima-Nya sudah berumur 1000-an tahun dan masih terawat dan di sungsung oleh keturunannya/ahli warisnya yaitu Sri Wilatikta Brahmaraja XI,yang mana Pratima ini mengalami zaman Dinasty Empu Sendok ,zaman Keemasan Majapahit dan merupakan sungsungan Raja-Raja turun temurun dan merupakan sungsungan pribadi di Puri beliau dan sampai saat ini masih disungsung yang di stanakan di Merajan Pura Majapahit Ibu Nusantara.sampai anda lihat Pratima-Nya sampai keropos baik perwujudan beliau maupun Lembu yang ditungganginya yaitu Lembu Nandini(foto).

Sebenarnya bersyukurlah bagi umat yang berada di Bali karena Beliau di linggihkan di Bali dengan Pratima beliau yang Asli dan sampai saat ini tidak bisa orang lain untuk menjiplaknya atau membuat duplikatnya karena saking bagusnya bentuk dan cara pembuatannya di zaman dulu dan menurut pengakuan dari ahli waris Kerajaan bahwa Beliau mewujudkan diri sesuai wujud dan wajah beliau yang asli waktu beliau masih di dunia ini (Pratima ini boleh dites arkeologi apa palsu apa asli silahkan buktikan kalau tidak percaya).

Dan kenapa kami ungkap ini karena berhubungan dengan kejadian Tgl 11 september lalu dimana Pratima Beliau diundang dan di pendak oleh WHYO dalam rangka Ulangtahun Ganesha anak beliau yang secara jelas adalah Istri dari Bhatara Siwa sesuai dengan Purana-purana yang sudah diketahui umum dalam rangka Ruwat Deso/kota/jagad.Bahkan sempat waktu itu Pratima tidak dibolehkan masuk ke Pura Jagadnatha karena salah paham dikira bukan milik sungsungan Majapahit (dikira patung baru dari aliran India yang berkembang di Bali saat ini).

Dan ketika Kami dari pihak Pura menjelaskan keberadaan Beliau baru-baru ini di gedung DPR Bali baru semua pengempon minta maaf karena mis informasi.dan semuanya saling minta-maaf karena ketidak tahuan umat.Sampai dalam rapat itu juga membahas akan diadakannya upacara Guru Piduka di Pura Jagadnatha(Pura Ida Shang Hyang Whidi Wasa) untuk kedua belah pihak yaitu dari Pengempon Pura Jagadnatha dan pihak WHYO karena ada kejadian di malam 11 september itu dimana kedua belah pihak saling adu argumentasi dari pihak penyungsung dan pihak penyelenggara yaitu WHYO (sauh ujar ala).

Sehingga dari sekala/nyata bahwa kami keliru ngiring Pratima Ibu Durga ke Pura Jagadnatha/Tuhan padahal menurus pengempon dan sejarah Pura Jagadnatha di dalamnya juga ada pelinggih penyungsungan Ratu Niang yang terkenal di Bali yang sering di sebut Nang Hay Niang Niang(nama china-Nya)atau sering disebut Ratu Mas Magelung(nama Bali)banyak sebutan tetapi Beliau satu,sama seperti Anoman(Bali)nama chinanya Sun Gokong,Ganesha nama chinanya Gajah Tin Tin,semua itu di Bali sudah lumrah karena kita zaman dulu bukan Agama tetapi Leluhur/Kawitan yang kita sungsung sampai saat ini terbukti dengan adanya Palinggih Merajan,Dadia,Paibu-an/Paibon,Panti,sampai ke Pedharman yang semuanya itu adalah Pura Leluhur/Kawitan/wit/sangkan Paraning Dumadi sesuai dengan linggih Beliau sampai saat ini ada Meru Tumpang XI (Pagoda Tingkat XI), Kelenteng (Gedong Ibu/Paibon) 

Semuanya itu adalah Palinggih Leluhur Kawitan kita.yaitu Leluhur Purusha dan Pradana (yang mana semua Leluhur yang sudah di aben dimasukkan atau di catat di pura Ibu kalau tingkat Wangsa,kalau tingkat desa namanya Pura Kayangan Dalem,sama seperti Pura Pradana yaitu Pura Batur ada Klenteng-nya juga,Pura Dalem Balingkang,Pura Goa Giriputri Nusa Penida,Pura Masceti,Pura Dalem Durgakutri Blahbatuh yang umurnya 1000-an tahun,Pura Besakih ada juga Pura Ratu Mas Magelung, Pura Dalem Puri sehingga semua desa,
pekraman nyungsung Ibu yang sering disebut Ibu dari segala Ibu karena sesuai dengan umur Beliau yang sering disebut Bhatari Durga/Siwa Parwati/Bhatari Uma ketika masih muda/Bhatari Saraswati ketika beliau menurunkan ilmu pengetahuan,Bhatari sri ketika beliau memberi Amertha,Pertiwi dll dsb dst dan ini salah satu kutipan (Bhisama Beliau) 

"Meme jani ada di Meru Malinggih yen meme di Jagat Jegeg meme tan nyamanpada Bhatari Gangga meme rabin Bhatara Siwapasopati, 

yen meme duka memurti meme menados Bhatari mecaling Jagad,rug.......gumine,nyen bani ngutak-atik Majapahit meme kel munggel" begitulah ucapan ibu kalau sampai marah, karena kutuk pastu Ibu yang melahirkan kita semua haruslah dihindari apalagi Ibu adalah perwujudan Cinta kasih jangan sampai kasihnya seorang Ibu surut gara-gara anak yang durhaka"Surga ada ditelapak kaki Ibu"............Guru piduka adalah permahluman dan permohonan maaf yang ditujukan untuk Ibu dari segala Ibu atau untuk Tuhan.........................????? camkan baik-baik...............bersanbung.

SEJARAH PALINGGIH MENJANGAN SELUWANG


Di petik dari : Babad Dalem Majapahit
Diceritakan Ida Pandita Siwa Budha yang bergelar Usman Aji dan Ajisaka diutus oleh Ratu Tanah Jawi yang  memelihara Pulau Jawa, karena pulau Jawa adalah sangat suci.

Keberangkatan keduanya ini membawa pengikut sebanyak 5.020 orang laki-perempuan. Yang memerintah di Majapahit pada saat ini Prabu Bhrawijaya V. Tetapi Majapahit dikacaukan oleh Islam sehingga banyak putri beliau lari beragama Islam.

Adapun putri Bhrawijaya V(banyak istri selir) dari Jawa berputra I Bondan Kejawan. Putrinya dari Danuja berputra Arya Damar, putrinya dari Papua berputra I Lembu Peteng .Di kisahkan di tempat lain yaitu Ki Arya Damar memerintah di Palembang dan bergelar Prabu Palembang.

Setelah Majapahit ditinggalkan oleh Arya Damar pergi ke Palembang menjadi Adipati Palembang, ada juga putra beliau yang bernama Arya Sampang yang setelah dewasa diutus untuk ikut kepada kakaknya Arya Damar. Arya Sampang diangkat menjadi patih yang bernama patih Samplangan.
Diceritakan julukan para Arya dari dulu seperti Arya Bleteng, Arya Sentong, Arya Benculuk, Arya Waringin, Arya Belog. Sang Arya Samplangan dulunya memilih Arya Jelantik, Arya Pangrurah Dawuh, Arya Palasan, Arya Dalancang, Arya Sidemen, dan Arya Batan Jeruk dll dst-nya.

Diceritakan kemudian Putri Cina(Putri Cempa) setelah 12 tahun hamil dan lahirlah Raden Patah.
Patih Gajah Mada dan Patih Supandria yang mempunyai tugas yang berbeda seperti Patih Gajah Mada menjadi Penguasa atau Panglima dan Patih Supandria menjadi Empu, Patih Gajah Mada lah yang menurunkan Pasek sebanyak delapan buah sedangkan Patih Supandria mendirikan Warga Pande sebanyak lima buah. Putra dari Patih Gajah Mada bernama I Pasek Pangasih, I Pasek Bandesa I Pasek Tangkas, I Pasek Ngukuhin, I Pasek Pagatepan. Anak Ki Patih Supandria adalah Pande-mas, Pande-gong, Pande-wijil, Pande-wesi yang kesemuanya menjadi pemuka di kerajaan Majapahit.

Juga putri Cina ketika hamil delapan tahun melahirkan Raden Kusen, Raden Patah dan Raden Kusen disuruh menghamba ke Majapahit. Tetapi Raden Patah membelok ke Gresik dan Raden Kusen menuju Majapahit. Raden Patah sesampai di Gresik menghadap kepada-Raden Guru Syeh Maulana. Raden Patah dipungut dan diajar Agama Islam. Setelah Raden Patah mahir dengan ajaran-ajaran Islam, disuruh datang ke Majapahit untuk menggantikan Prabu Majapahit atas asutan Syeh Maulana, Raden Patah mengambil istri yang bernama Dewi Supitah disahkan oleh para pendeta sekalian. Setelah itu atas petunjuk dari Raden Syeh Maulana(Guru Islam dari Arab) mendirikan Kerajaan Demak. Atas perintah dari Raja Majapahit V(ada dalam serat/babad Darmo Gandul ketika Brawijaya V terpaksa ikut Islam),-Raden Kusen menjadi Senapati melakukan penyerangan ke Demak. 

Di situ terjadi perdebatan antara kedua orang kakak beradik  tersebut. Dalam peperangan ini wafat lah prabu Demak (Raden Patah). Setelah itu Raden Kusen kembali ke Majapahit menghadap kepada Prabu Brawijaya ke V dan disuruh untuk menyudahinya karena menimbulkan aib sendiri sesama keluarga besar Majapahit, Tetapi para bahudanda Demak seperti Adipati Pengi, Adipati Giri, Adipati Tegal membelot mengadakan penyerangan ke Majapahit atas asutan Syeh Maulana, sehingga Majapahit terdesak, Putra Majapahit Brawijaya V yang bernama Raden Lembu Peteng dilarikan serta disembunyikan di Maospahit. Sang Prabu Oka(Raden Lembu Peteng/Raden Gugur) hasil perkawinan dengan permaisuri beliau/Putra Sah Penerus Kerajaan disuruh mengungsi agar keturunannya yang Sah selamat dari kepungan Islam Demak, terus lari mengungsi siang malam karena dikejar oleh pasukan Demak untuk di Islam-kan, tetapi beliau dibantu oleh seekor Kijang/ Menjangan untuk melarikan diri dan diturunkan di Selat Banyu Arum (Banyuwangi tepatnya di Batu Dodol sekarang).

Perjalanan beliau dilanjutkan ke Bali lewat segara rupek(Pura Segara Rupek sekarang) dan sampai di Pulaki(Singaraja barat sekarang) diiringi oleh para Pendeta Siwa Budha dan rakyat sekalian, Besoknya perjalanannya dilanjutkan sampai ke Batur dan diutusnya Arya Sampang/Arya Samplangan mendirikan puri di Mengwi. Ida Sang Prabu diceriterakan sampai di Puri Gelgel dan mendirikan, Puri yang bernama Puri Smarabawa. Di sini lah Agama Tirta dipertahankan serta dilaksanakan sebagai mana mestinya. Kemudian Sang Prabu Dalem Majepahit menempatkan para Arya seperti Dalem Ketut di Sanur, Arya. Jlantik di Karangasem, Arya Kepakisan ditempatkan di Tegal Ambengan Buleleng, Arya Sidemen di Pangalasan.dsb dst sampai saat ini untuk menghormati Ida Dalem Majapahit maka seluruh Keturunan Beliau termasuk pengiring-pengiring beliau untuk membuat Palinggih/Palungguh Menjangan Seluwang(kijang atau Menjangan yang telah menyelamatkan beliau sampai ke Bali-dwipa..............
    
Diceritakan pasukan/pengikut setia Beliau I Gede Bendesa Manik Mas di Jimbaran yang berasal dari Banjar Gading Wani Tegeh(Pura Tegeh Sari Jimbaran sekarang) ada putranya yang bertempat di Pujungan bernama I Gede Tebya. Putranya di Beratan bernama I Gede Jagra. Diceritakan Ida Padanda Dwijendra/Pranda sakti Wawu Rauh/Sabdopalon=nama Jawa sebagai Pengabih Prabu Brawijaya V(Serat Babad Darmogandul) pergi ke Gelgel diiringkan oleh Ki Bandesa Manik Mas. Ida Padanda sampai di Sumedang, beliau memprelina rakyat sebanyak 800 orang karena putrinya Dewi Swabawa(berstana di Pura Melanting Buleleng sekarang) disembunyikan orang rakyat tersebut. Desa itu kini diberi nama Pulaki.

Para Pangeran dari Purusa seperti I Gede Pasek Gelgel, I Gede Bandesa Manik Mas, I Gede Dangka, I Gede Gaduh, I Gede Ngukuhin, I Gede Tankenyudurian, I Gede Kabayan, I Gede Pamregan, dan I Gede Abyan Tubuh. Para pangeran dari Pradana adalah I Gede Bala Pulasari, I Gede Bandem, I Gede Salahin, I Gede Komoning dan I Gede Lurah. Diceritakan keturunan dari Pangeran I Pasek Gelgel yaitu sebanyak delapan orang yang bernama Pangeran Gelgel, Pangeran Abyan Tubuh, Pangeran Selat, Pangeran Sebetan, Pangeran Dangan, Pangeran Batur dan I Pangeran Anyaran.

Keturunan Pasek Bali yaitu Pasek Kedisan, Pasek Sukawana, Pasek Taro, dan Pasek Celagi, Keturunan I Bandesa Gelgel adalah I Bandesa Gelgel dan I Pangeran Manik Mas. Pangeran Manik Mas menurunkan I Gede Manik Mas dan I Gede Pasar. Badung, I Gusti Nengah Sebetan Karangasem menjalankan daya upaya untuk menghancurkan Ida Dalem Bali(Majapahit Bali ), dengan cara Ida Dalem diutus datang ke Besakih. Tetapi sampai di Karangasem, Sri Aji Dalem dikurung serta dipenjara/ ditawan(Moksah di Besakih) atas kesalahan ini biar tidak tulah sama Sri Aji Dalem Majapahit Bali maka semua harus membikin Palinggih Menjangan Seluwang. Dengan demikian para Putra Dalem lari terlunta-lunta meninggalkan Puri Gelgel tak tentu rimbanya atau misteri..........sehingga BALI ADALAH MAJAPAHIT...........makanya semua masyarakat Bali di Pura Merajan/Leluhur/Kawitannya ada Pelinggih/Palungguh Menjangan Seluwang, berani tidak membikin tanggung sendiri akibatnya kena Tulah/kwalat dari Bhisama Bhatara Dalem Majapahit..........bersambung.
    
Nama/ Judul Babad :
    
Babad Dalem Majapahit.
Nomor/ kode :
    
Va.5961, Gedong Kirtya, Singaraja.
Koleksi :
    
Ajin Dayu Putu Remrem.
Alamat :
    
Geria Bantas, Penarukan, Kerambitan, Tabanan.
Bahasa :
    
Jawa Kuna Tengahan.
Huruf :
    
Bali
Jumlah halaman :
    
56 lembar/halaman.
Ditulis oleh :
    
Da Ba Sa ring Geria Bantas Manuaba Panarukan.
Colophon/ Tahun :
    
Puput sinurat ring rahina Sa., Ka., Wayang, Tang., Ping.5. Sasih 8, rah 6, Teng,, ping,9, Isaka jagat 1896, tahun Masehi 1976. Kasurat antuk titiang Da Ba Sa, ring Geria Bantas Manuaba, Panarukan.

DINASTI WARMADEWA KAITANNYA DENGAN BUDAYA DESA TENGANAN DENGAN PERANG PANDANNYA


BALI AGE (BERASAL DARI DESA AGE GUNUNG RAUNG JAWA TIMUR) telah melekat di tubuh Tenganan. Awig-awig yang mengikat krama desa masih lugu memelihara warisan budaya yang memang patut untuk dijaga. Meskipun begitu ketatnya, demokrasi tetap terjaga. Di sini laki-laki bukan herarti lebih tinggi dari perempuan. Tenganan selalu memperlakukan orang-orangnya untuk tetap mengingat betapa pentingnya persamaan hak jiwa kewajiban. Lihatlah rumah-rumah kuno itu selalu berjejer sama di atas jalan desa yang masih perawan. Orang-orang di sini begitu bijaksana menyikapi tanah warisan desa. Tanah bukan untuk dijual tapi untuk dijaga dan dihidupi agar tetap lestari dan langgeng.

Bersyukurlah Manggis punya Desa Adat Tenganan. Di tanah ini aku selalu belajar tentang masa lalu. Keterpencilan bukan lalu membuat desa jadi mati dan asing tetapi tetap hidup dengan segudang Aura Magis yang terpancar dari perilaku adat menuntun warganya untuk selalu berada pada jalan yang benar.Meski sederhana namun tetap bersahaja. Siapakah yang membiarkan kerbau-kerbau itu bebas berkeliaran? Adalah Budaya Adat juga. Bahwa hewan tak selamanya meski ditangkar dalam sangkar dan kandang. Di sini selalu ada kebebasan dalam keterikatan. Jangan coba kau usir kerbau itu karena ia adalah penjaga desa.

Di Pageringsingan, aku belajar mengenal kesabaran pada perempuan desa menenun serat benang menjadi selembar kain tradisional. Kain geringsingkah itu? Sore hari, kudapati tangan perempuan Tenganan tengah berlumur kuning minyak kemiri dan merah akar sunti Nusa Penida. Bersabarlah, tunggu hingga benang itu kering, sebentar lagi kubuatkan kain dari tangan-tanganku yang terampil. Ya, kedua tanganmu pun menari menyulam dan menjalin benang-benang yang telah kauwarnai. Jangan tergesa-gesa maka jadilah motif-motif yang kausukai. Inilah kain geringsing yang selalu ditenun dengan kesabaran hati.
Perempuan-perempuan itu tengah menenun kain penolak bala. Kain itulah yang selalu menjagamu dari arus zaman yang suatu waktu bisa menggerus pintalan benangnya. Hingga kini, geringsing itu masih kau pandang sakral. Jika gering berarti sakit dan sing itulah yang meniadakannya. Kuyakini geringsing menjauhkan orang-orang Tenganan dari petaka.
Cinta di kilometer enam puluh lima dari pusat kota ini juga dibatasi. Jadi, jangan coba-coba menikah dengan warga luar desa. Hai..... pemuda Tenganan jika cintamu tak bisa terbendung dengan perempuan luar, ada konsekuensi yang menunggumu. Di sana, di Banjar Pande akan menjadi tempat tinggal cintamu karena engkau dianggap lahir cacat melanggar keteguhan awig-awig desa. Namun, tak lalu menjadikanmu terpisah dari ritual kehidupan adat dan agama. Engkau masih diberi persamaan hak dan kewajiban untuk tetap melaksanakan ritual kebiasaan yang telah ada. Demikianlah cinta terlarang itu diperlakukan.

Bukit-bukit yang mengelilingi Tenganan selalu menyimpan cerita sejarah yang layak untuk disimak Bukit Kauh dan Bukit Kangin itukah yang telah membendungmu? Matahari di sini selalu terbit di puncak bukit dan harus rela tenggelam di atas bukit pula. Dulu, orang-orang bergerak dari pesisir pantai menuju daerah yang kelak menjadi tanah Bali Kuno. Maka Tenganan kuyakini berasal dari kata ngatengahang mengantarkan orang-orangmu selalu bergerak ke dalam merambah pangsa bukit-bukit mungil itu.
Dalam Kerajaan Bali Kuno, ditanah inilah Ki Patih Tunjung Biru memperoleh kuasa sebagai menteri kerajaan. Masa itu, Bali dipimpin oleh putra Shri Musala Masuli yang bernama Shri Gajah Waktra dengan gelar Dalem Bedahulu atau Sri Astasura Ratna Bumi. Dengan kesaktian dan kebijaksanaannya, Bali pada waktu itu diperintah dengan adil dan tenteram. Dalam pemerintahannya, beliau dibantu para menteri yang patuh memegang perintah sang raja, disiplin, dan sakti mandraguna.Diantaranya Ki Pasung Grigis sebagai mahapatih berkuasa di Tengkulak Ki Kebo Iwa sebagai patih muda berkedudukan di Blahbatuh, Ki Tunjung Tutur mengambil tempat di Tianyar, Ki Tunjung Biru berada di Tenganan, Ki Tambyak di Jimbanan, Ki Buan di Batur, Ki Kopang di Seraya, Ki Walung Singkal di Taro. Para menteri inilah yang selalu menjaga tanah Bali.
Dari sinilah timbul cerita bahwa orang-orang Tenganan berasal dari Bedahulu, Gianyar. Suatu kali, raja Dalem Bedahulu kehilangan salah satu kuda kesayangannya. Di manakah kuda itu meringkik? Raja berniat hati agar kuda itu ditemukan. Maka diperintahlah orang-orang Bedahulu untuk mencarinya ke timur Bali di bawah pimpinan Ki Patih Tunjung Biru. Di tanah inilah pada akhirnya kuda itu ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa oleh Ki Patih. Atas kerja keras dan kesetiaan Ki Tunjung Biru maka sang raja memberikan wewenang untuk mengatur dan menguasai daerah tempat kuda itu ditemukan.
Wilayah yang bisa dikuasai sejauh aroma bangkai kuda itu bisa tercium. Berkat kepintaran Ki Patih, dipotong-potonglah bangkai kuda itu dan disebarkan sejauh mungkin sehingga sang menteri kerajaan bisa mendapatkan daerah kekuasaan yang cukup luas.Tengananpun menjadi tempat kekuasaan Ki Patih Tunjung Biru hingga masa ekspedisi Gajah Mada ke Bali. 
Jika aku Tenganan, kudapati pandan-pandan itu tengah berduri. Meruncing pada tepi-tepi daunnya yang menyirip hijau. Siapakah yang menjadikan pandan-pandan itu tumbuh menyuburi Pageringsingan? Kupercayai ini sudah menjadi titah Dewa Indra/Hyang Wisesa/Hyang Adwayabrahma/Hyang Jayasabha Panglima Perang sebagai  anak dari Prabu Airlangga di Kerajaan zaman Prabu Airlangga Wangsa Warmadewa di Jawa dan di Bali adinda Beliau Anak wungsu sebagai Rajanya, sebagai dewa Tertinggi dalam dunia peperangan. Di tanah Tenganan Dewa Indra(Hyang Wisesa Brahmaraja I meru tumpang 11 di Besakih sekarang) selalu dihormati dengan ritual Perang Geret Pandan. Warga percaya bahwa mereka adalah keturunan ksatria perang dari tanah kelahirannya di Desa Age(Jatim). Setajam apakah duri-duri itu akan menggeret kulit tubuhmu? Setajam hatimu untuk selalu menjaga tradisi perang yang penuh dengan kedamaian itu. Nah, duri-duri itu telah lama menunggumu untuk beryuda di atas arena perang tradisional. Juga tameng ata (sejenis tumbuhan pakis yang merambat) itu, bukankah telah lama merindukannya? Perisai yang akan melindungimu nanti dari geretan duri pandan lawan. Sudah siapkah dirimu bersetubuh dengan duri-duri itu?
Pada sasih kelima tepat di Hari Raya Sambah perang pandan kembali berkobar(Purnama ke 5 odalan di Pura Majapahit Gwk Palinggih/Palungguh Hyang Prabu Airlangga yang dimanifestasikan dengan Bhatara Wisnu naik Garuda(Gwk) jadi kesemuanya itu adalah untuk menyenangkan Leluhur/Kawitan Beliau yaitu Dinasti Warmadewa). Arena yang selalu jadi riuh itu telah menanti laki-laki pemberani sebagai laskar ksatria perang. Di arena perang itulah, pemuda-pemuda Tenganan akan membuktikan bahwa raga dan jiwa mereka betul-betul kuat mempertahankan tradisi yang telah berurat-akar. Tajamnya duri pandan Tenganan tak lalu membuatnya jadi takut jika menghujani punggungnya yang menegak matahari. Sakitkah ketika duri-duri itu menggeret kulit punggungnya?
Gepokan daun pandan berduri itu akan menjadi saksi bahwa tubuhmu betul-betul kuat menahan sakit dan perih sesaat. Jikapun punggungnya itu nanti berdarah tak lalu membuatnya meringis kesakitan. Mereka kini tahu, keteguhan hatinya betul-betul diuji di laga perang. Semangat akan makin menyala untuk menggores punggung lawan ketika tahu bajang-bajang dari celah jendela di atas rumah panggung itu memberinya sorak dalam senyum yang menggoda. Siapakah yang akan mencabuti duri-duri itu pada punggungnya yang memerah? Ketika duri-duri itu dicabuti satu per satu, tarian perang pun telah usai. Perang pandan selalu berakhir dengan damai. Bagiku tak ada yang menang tak ada yang kalah. Kemenangan sejati akan ada ketika tradisi itu tetap terjaga sepanjang pandan-pandan itu terus berbunga dan berduri ditanah Bali Aga Tenganan.Apakah kaitannya perang pandan di sasih ke 5 dengan odalan Prabu Airlangga wangsa Warmadewa di Bali yang jatuh di Purnama ke 5(lima)..............????? Kesemua itu adalah untuk mengem-Bali-kan dan mengingatkan pada satu Keturunan/Kawitan Pusat Kita jangan sampai kita sebagai Generasi muda penerus melupakan sejarah purana Bhatara Kawitan Pusat yang bersumber dari Ayah yang sama yaitu Wangsa Warmadewa sehingga Hyang Prabu Airlangga yang berstana di Pura Majapahit Gwk disebut Pura Kawitan Jawa-Bali(Beliau lahir di Bali umur 14 th ke Jawa Timur dan menjadi Raja di Dinasti Sendok menantu ,sehingga Beliau bisa menggabungkan Dinasti Warmadewa dan Dinasti Sendok di Jawa Timur dan Bali sehingga kawin mengawin dua Dinasti yang meneruskan trah Beliau di Bali dan Jawa.Kalau di telusur bahwa Dinasti yang berkembang di Nusantara terdiri dari 3 Dinasti besar yaitu Dinasti Warmadewa(Bali Age),Dinasti Sendok(Kadiri) dan Dinasti Wisnu Wangsa(Jenggala ,terakhir menurunkan Aryeng Kauripan di Bali= Arya Cakradara,Arya Damar,Arya Kenceng,Arya Tanwikan,Arya Sentong dll).Rahayu................

MENUTURKAN PRILAKU BHAKTI YANG SESUNGGUHNYA


Sesungguhnya bhakti pada sesama manusia serta alam leluhur untuk orang tuanya yang sudah almarhum adalah sah-sah saja yang sering disebut dengan menyambung kelakuan leluhur terdahulu ketika beliau masih hidup di dunia ini/alam semesta untuk melestarikan kebudayaan leluhur.asalkan niat yang sungguh-sungguh leluhur pasti menerima dan bangga dengan keturunannya apalagi bisa melebihi kelakuan leluhur sewaktu beliau masih hidup dan jangan pernah bilang leluhur yang sudah almarhum tidak melihat mendengar apa yang kita perbuat di dunia ini dan justru apapun yang anda perbuat leluhur tahu cuma beliau dalam bentuk roh/kasat mata.Tetapi di masing masing daerah kepercayaan kita banyak macam pemujaan sembahyangan tergantung lokasi daerah tertentu.Adapun prilaku bhakti yang sebenarnya untuk bapak ibu yang sudah almarhum yang sesungguhnya adalah dari hati yang betul-betul timbul dari hati yang suci dan luhur dengan mempersembahkan apa yang semasih hidup beliau senengi/artinya kita melayani beliau seperti melayani ketika beliau masih hidup,begitulah cara kita berlaku bhakti yang sempurna.Umumnya orang hidup di dalam dunia masing-masing akan menduduki kekayaan dan kemulyaan,kekayaan itu sebenarnya dari nasib/karma yang sudah ditetapkan,hanyalah kemulyaan itulah yang bisa dicapai oleh semua golongan baik dia kaya ataupun hidup berkecukupan/miskin.Sehingga semua golongan bisa mencapai kesempurnaan prilaku bakti yang sah dalam dunia akhirat(ini yang berhubungan dengan dunia akherat atau dunia leluhur yang sudah almarhum.
Sekarang meningkat persembahyangan untuk Langit dan Bumi ini artinya inplementasi bakti atau sujud untuk Tuhan,kalau persembahyangan untuk nenek moyang biasanya di Klenteng/gedong leluhur dan sujud pada beliau leluhur.Inilah dasar bakti yang sah dan sempurna,artinya kita harus sembahyang ke leluhur baru sampai ke langit dan sedekah bumi sesuai dengan jalurnya yang tidak bisa dipisahkan dan tidak boleh di alfa-kan.Kalau sudah mengerti dasar dan haluannya orang suci yang bersembahyang pada Langit dan ke Nenek Moyangnya sehingga baru bisa mengemong hatinya rakyat,dan kalau digunakan untuk mengurus Negeri amatlah mudah sebagai membalikkan telapak tangan saja.Waktu sembahyang Langit itu disamakan dengan Leluhur yang laki namanya.Kalau sembahyangan untuk sedekah Bumi di samakan dengan leluhurnya yang perempuan maksud dan tujuannya adalah biar leluhur yang almarhum mendapat kemulyaan yang menyamai sifat kebajikan dari lakunya Tuhan,karena Tuhan maha pengasih dan penyayang pada sekalian mahkluh.maka siapa yang mengerti prilaku bakti sama nenek moyang dan bakti atau sujud pada Tuhan tentu akan dapat jalan yang gampang untuk mengurus perdamaian dunia seperti membalikkan telapak tangan...................bersambung