MERENUNGKAN KEMBALI HIDUP INI



                         

Lahir dan hidup sebagai manusia itu, bisa diibaratkan seperti seekor kelinci yang terjepit jerat pemburu di tengah hutan. Persoalan waktu sang pemburu datang dan kita ditembak. Dengan kata lain, sangat-sangat mendesak bagi kita sebagai manusia untuk segera ”sadar”, karena kita semua kelinci yang terjepit.

Coba kita renungkan kembali hidup ini : pagi-pagi mesra sama istri, siangnya istri ngomel-ngomel menyakitkan, malamnya kita kena sakit flu. Pagi-pagi pekerjaan kita dipuji-puji sama boss, siangnya klien complain, sorenya pas mau pulang ban kendaraan kita pecah. Dll-nya. Yang jelas setiap hari yang datang itu macam-macam, dengan berbagai dualitas kebahagiaan-kesengsaraan. Hanya persoalan waktu kita ”kena tembak”. Kita yang sudah menikah kemudian cari istri lagi, itu kena tembak. Kita tidak puas dengan gaji kemudian kita korupsi, itu kena tembak. Kita tidak puas dengan suami / istri kemudian minta cerai, itu kena tembak. Dll-nya. Kita akan menyakiti dan melukai baik diri kita sendiri maupun orang lain. Ujung-ujungnya kita sendiri akan terjerumus ke dalam jurang kegelapan dan kesengsaraan.

Kalau setuju dan yakin, bahwa hidup sebagai manusia itu ibarat kelinci yang terjepit dan salah-salah kita bisa kena tembak. Segeralah mengembangkan badan-badan pikiran kita. Karena hanya dengan begitu seluruh kesengsaraan bisa lenyap, kita bisa terbebaskan dan menemukan hakikat diri dalam kedamaian / kebahagiaan sejati.

Badan-badan pikiran kita berada di lapisan alam yang lebih halus, tidak bisa kita lihat dan rasakan dengan indriya kita, sehingga seringkali kita tidak memperhatikannya. Kita asik dan sibuk dalam keseharian kita di lapisan alam kasar ini, untuk sekedar bertahan hidup atau sebaliknya untuk menikmati hidup [bersenang-senang]. Munculah keterikatan kita yang kuat dengan kehidupan, dengan ahamkara [ke-aku-an], sibuk memenuhi berbagai keinginan kita, mengidentikkan diri dengan badan fisik kita, kita lupa mengembangkan badan-badan pikiran kita yang berada pada tataran lapisan [dimensi] alam yang lebih halus. Kita bahkan hilang ingatan tentang realitas siapa kita sebenarnya, realitas absolut.

Ketujuh lapisan badan ini tidak terpisahkan dan saling terkait satu sama lain. Bila kita mengabaikan dan tidak mengembangkan badan pikiran kita, eksistensi kita di lapisan alam-alam halus, yaitu badan pikiran kita menjadi suram dan cenderung rusak. Bahkan ketika semua keinginan dan kebutuhan materi kita terpenuhi kita masih saja tidak puas, terus mencari ”sesuatu yang hilang” yang tidak sepenuhnya kita mengerti, merasa hampa, takut atau tanpa arah tujuan. Bahkan ada stress, depresi, marah, benci, iri hati, rasa takut, rasa khawatir, rasa curiga, dll. Inilah sinyal-sinyal dari semesta bahwa kita telah mengabaikan badan pikiran kita.

MANUSIA SEBAGAI MAHLUK

 Purusha dan Prakriti ada bersama-sama sebagai satu kesatuan dalam Brahman. Berbagai dimensi alam semesta dan pengalaman kita sebagai mahluk adalah perwujudan dari dinamika Prakriti [fenomena alam materi], termasuk pengalaman kita di berbagai dimensi alam kematian.

Pengalaman kita sebagai "sang aku" atau mahluk adalah sebagai akibat pengaruh ahamkara [ke-aku-an], tri guna [tiga sifat alam] dan manas [pikiran]. "Sang aku" tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk membedakan antara Purusha dan Prakriti. Atau tidak "sadar" [avidya], sehingga diri kita salah paham akan identitas diri yang sejati, mengidentikkan diri sebagai mahluk, sebagai badan dan pikiran, sebagai "aku", yang sebenarnya hanyalah bagian dari dinamika Prakriti [fenomena alam materi].

Keseluruhan lapisan badan yang membungkus kesadaran murni terdiri dari dua type badan, yaitu badan fisik dan badan pikiran.

Ketika seluruh lapisan badan ini semuanya bisa kita "lampaui", di-titik itulah kita "sadar" dengan realitas absolut. Sering di-istilahkan dengan istilah "MANUNGGAL", sebab di titik itulah kita "sadar" bahwa sebenarnya semuanya satu adanya, trillyunan trillyunan trillyunan [tak terhingga] bentuk itu sejatinya adalah satu : Brahman. Inilah yang disebut sebagai Moksha [pembebasan sempurna] atau Atma Jnana, bebas dari avidya [kebodohan / ketidaktahuan].

Ini semua termuat di dalam dua puluh empat tattva [asas dasar] dari Samkhya Darsana, 108 Upanishad, Vedanta, Yoga Sutra, dll.



LIMA JENIS BAHAN PEMBENTUK BADAN MANUSIA SEBAGAI MAHLUK

Ada lima jenis BAHAN yang membentuk badan kita sebagai manusia, yang dikenal dengan nama Panca Maya Kosha. Yaitu :

1. Annamaya Kosha - tersusun dari sari-sari makanan.
2. Pranamaya Kosha - badan energi. Tersusun dari energi prana, yaitu samudera besar energi pembentuk kehidupan yang ada di semua penjuru alam semesta.
3. Manomaya Kosha - tersusun dari pikiran biasa.
4. Vijnanamaya Kosha - tersusun dari pikiran yang sadar.
5. Anandamaya Kosha - tersusun dari pikiran yang lebur dalam paramashanti [kedamaian sempurna]. Disebut juga lapisan badan transenden.



Pembagian ini semata dilihat dari sudut pandang bahan pembentuk, sedangkan badan manusia sendiri terdiri dari tujuh lapisan badan.

TUJUH LAPIS BADAN MANUSIA SEBAGAI MAHLUK ATAU "AKU"

Kosha dalam bahasa sansekerta berarti "lapisan". Sarira atau sharira, dalam bahasa sansekerta berarti : "sesuatu yang gampang terurai, sesuatu yang mudah lenyap atau sesuatu yang sifatnya sementara / tidak abadi". Manusia sebagai mahluk terdiri dari tujuh lapis badan [kosha atau sarira] yang membungkus kesadaran murni. Tujuh lapis badan ini adalah semua aspek lapisan-lapisan badan yang terkait dengan pengalaman subyektif kita sebagai "sang aku" atau sebagai mahluk. Diurutkan dari yang paling kasar sampai dengan yang paling halus, badan-badan ini sebagai berikut :

1. Sthula Sarira [Annamaya Kosha lapisan kasar]
>>> Ini adalah lapisan badan kita secara fisik sebagaimana yang kita lihat secara kasat mata saat ini. Tersusun dari sari-sari makanan dan terdiri dari lima elemen dasar materi [panca maha bhuta]. Lapisan badan ini adalah yang paling kasar. Badan ini penting karena kita butuhkan sebagai wahana bagi evolusi bathin kita di alam material [lahir sebagai manusia]. Tapi badan ini juga sifatnya sangat sementara dan sangat palsu [sangat tidak identik dengan realitas diri kita yang sejati]. Karena itu banyak guru yang memberi nasehat : sadari kalau diri kita yang sejati bukanlah badan ini.

WUJUD : Tubuh kita yang telanjang, sebagaimana saat kita pertama kali dilahirkan ke dunia ini.

PRALINA : ketika kita mati badan fisik ini otomatis terurai.

DIHALUSKAN DENGAN : Yoga Asana atau Hatha Yoga.

2. Linga Sarira [Annamaya Kosha lapisan halus]
 Ini adalah lapisan badan kita secara fisik yang lebih halus, yang merupakan kembaran identik dari badan fisik kita yang kasat mata. Badan halus ini tidak dapat dilihat dengan indriya biasa, sebab ada di dimensi alam [loka] yang lebih halus. Lapisan badan ini dapat terpisah dari sthula sarira [badan fisik] kita -pada saat kita mati-, akan tetapi tidak dapat dipisahkan sangat jauh. Saat kematian datang, lapisan badan ini selalu berada di dekat mayat atau di tempat yang tidak jauh dari mayat.

WUJUD : Wujudnya sangat identik dengan badan fisik kita sendiri. Kalau ada diantara kita ada yang punya bakat khusus atau kemampuan untuk melihat ke dimensi alam [loka] yang lebih halus, kita bisa melihat Linga Sarira ini sebagai "hantu" dari orang yang sudah meninggal. Sebenarnya yang dilihat adalah linga sarira dari orang yang sudah meninggal. Umumnya linga sarira atau "hantu tanda kutip" ini diselimuti warna agak keungu-unguan.

PRALINA : Secara umum linga sarira akan perlahan-lahan terurai secara bersamaan dengan terurainya sthula sarira [badan fisik] kita. Inilah satu-satunya alasan mengapa Hindu mengajarkan kita melakukan kremasi atau ngaben [pembakaran mayat] saat ada yang meninggal. Dengan pembakaran sthula sarira [badan fisik], akan menyebabkan sthula sarira [badan fisik] secepatnya terurai kembali menjadi lima elemen dasar materi [panca maha bhuta] yang membentuknya. Terurainya sthula sarira [badan fisik] berarti terurai pula linga sarira, sehingga yang meninggal itu terbantu untuk bisa segera melanjutkan perjalanan memasuki dimensi alam [loka] berikutnya dan tidak perlu lama-lama bergentayangan menjadi "hantu tanda kutip".

Penjelasan di atas adalah untuk yang secara umum, ada dua kasus lainnya tentang linga sarira. Pertama bagi orang yang sudah maju secara spiritual [bathinnya bersih, menyambut kematian dengan damai dan keikhlasan sempurna], begitu kematian menjemput dia langsung pergi ke alam-alam luhur dan linga sarira-nya langsung terurai tanpa perlu menunggu sthula sarira [badan fisik]-nya terurai. Kedua sebaliknya, orang yang lumpur kekotoran bathinnya pekat atau orang yang keterikatan duniawi-nya begitu kuat [sehingga dia tidak rela meninggalkan dunia ini], dia bisa lama bergentayangan dengan linga sarira-nya walaupun sthula sarira [badan fisik]-nya sudah terurai.

DIHALUSKAN DENGAN : Yoga Asana atau Hatha Yoga.

3. Pranamaya Kosha
 Ini adalah lapisan badan energi [energi prana]. Energi yang memberikan gerak kehidupan kepada badan fisik [materi] kita. Alam semesta ini diselimuti oleh samudera besar energi pemberi kehidupan fisik yang disebut energi prana. Setiap organisme, mulai yang terkecil [mikroba] s/d yang terbesar, saat punarbhawa [kelahiran kembali], menarik ke dalam dirinya sendiri energi prana dari samudera energi prana semesta ini. Kekuatan hidup [prana] yang terdapat di dalam diri kita inilah yang disebut sebagai badan energi [pranamaya kosha].

WUJUD : Kemilau warna ke-emasan.

PRALINA : Saat kematian datang, lapisan badan ini keluar dari dalam sthula sarira [badan fisik] dan semua lapisan badan lainnya, kembali kepada samudera energi prana.

DIHALUSKAN DENGAN : Pranayama Dhyana.

4. Sukshma Sarira [Manomaya Kosha lapisan kasar]
 Ini adalah lapisan badan kita yang tersusun dari pikiran yang kasar, yaitu keinginan, hawa nafsu dan emosi negatif. Kalau setelah mati kita lahir di alam-alam bawah, ini adalah lapisan badan yang akan kita gunakan di alam-alam bawah tersebut. Kalau ini yang terjadi, dari alam-alam bawah ini kita akan langsung mengalami kelahiran kembali ke dunia untuk melanjutkan evolusi jiwa kita, tanpa sempat pergi ke alam-alam luhur [alam para dewa].

WUJUD : Wujud dasarnya mirip dengan kabut atau awan tanpa bentuk, dengan warna yang selalu berubah-ubah sesuai dengan isi pikiran kita sendiri. Orang yang biasa mengikuti nafsu indria dan emosi negatifnya [marah, benci, iri hati, dll], sukshma sarira-nya cenderung kasar, tebal dan padat. Sebaiknya orang yang telah maju di dalam spiritualitas, sukshma sarira-nya wujudnya lembut, cerah dan berpendar.

Kalau ada diantara kita ada yang punya bakat khusus atau kemampuan untuk melihat dimensi yang lebih halus, kita bisa melihat Sukshma Sarira ini sebagai “aura”. Sebenarnya yang dilihat adalah sukshma sarira.

Dalam literatur spiritual timur di dunia barat, sukshma sarira sering disebut sebagai astral body [badan astral]. Hal ini tidak salah, terutama karena bagi seorang yogi yang wikan, sukshma sarira-nya bisa dia bentuk dengan wujud seperti apa yang dia inginkan, mungkin bentuk yang identik sama dengan sthula sarira [badan fisik]-nya. Atau bentuk yang lain. Dan dengan memakai sukshma sarira-nya itu, dia bisa bepergian ke segala tempat yang sangat jauh di berbagai dimensi alam [loka] dengan sadar.

[Sedikit catatan tambahan : bahwa di alam-alam bawah, banyak mahluk-mahluk gelap yang bisa menggunakan sukshma sarira [dirubah wujudnya] untuk menipu kita. Wujudnya Dewa, orang suci atau orang yang kita kenal dekat, tapi sebenarnya bukan. Tapi jangan khawatir, kalau bathin kita bersih, apalagi "sadar", mahluk-mahluk ini tidak akan tertarik mendekati kita].

Aspek lain dari sukshma sarira adalah memiliki sifat dapat menarik energi-energi suci alam semesta yang baik, yaitu melalui penyucian diri melalui media air [melukat], dll. Dengan cara demikian pikiran kita dimurnikan.

PRALINA : Ketika bathin kita makin bersih dan makin terkendali dari sad ripu [enam kegelapan bathin], wujud sukshma sarira akan semakin lembut, semakin cerah dan semakin berpendar. Ketika sad ripu lenyap dari bathin kita, ketika kita mati lapisan badan ini akan terurai dan kita akan lahir di alam-alam yang luhur [alam para dewa].

DIBERSIHKAN DENGAN : Pengendalian indriya dan pikiran, penyucian diri melalui media air [melukat] atau pembangkitan kundalini [secara benar].

5. Karana Sarira [Manomaya Kosha lapisan halus]
Ini adalah lapisan badan kita yang tersusun dari pikiran yang halus, yaitu pikiran yang bersih, penuh welas asih dan kebaikan tanpa pamrih. Kalau setelah mati kita lahir di alam-alam yang luhur [alam para dewa], ini adalah lapisan badan yang kita gunakan di alam-alam luhur tersebut. Kita akan tinggal di alam dewa untuk jangka waktu yang sangat lama, akan tetapi di titik ini roda samsara [kelahiran kembali] belum berhenti. Kita masih akan mengalami kelahiran kembali ke dunia untuk melanjutkan evolusi jiwa kita, mungkin lahir menjadi orang suci, guru spiritual [yang asli], dll. Ini sebabnya Karana Sarira sering disebut dengan istilah "badan penyebab" [penyebab kita dilahirkan].

Aspek lain dari karana sarira adalah lapisan badan ini merupakan "gudang" tempat penyimpanan "rekaman" atau memory seluruh kehidupan-kehidupan kita dan karma-karma kita.

WUJUD : Bentuknya bundar oval membungkus badan kita. Orang yang tunduk pada sad ripu, yang biasa mengikuti nafsu indria dan emosi negatifnya [marah, benci, iri hati, dll], karana sarira-nya cenderung RUSAK, cenderung sulit dikenali, bentuknya samar-samar dan tidak sempurna. Perlu perhatian khusus agar bisa melihat keseluruhannya. Sebaiknya orang yang telah maju di dalam spiritualitas, karana sarira-nya tampak jelas dan pasti, dikelilingi warna cerah [cenderung putih -tapi tidak menyilaukan mata-] yang indah dan penuh daya.

PRALINA : Ketika bathin bersih terkendali dan makin dekat dengan welas asih dan kebaikan yang tidak terbatas, wujud karana sarira akan semakin sempurna. Dan di suatu titik ketika bathin kita "sadar", ketika kita mati lapisan badan ini akan terurai dan di titik ini roda samsara [kelahiran kembali] berhenti.

DIKEMBANGKAN DENGAN : Welas asih dan kebaikan.

6. Vijnanamaya Kosha
 Ini adalah lapisan badan kita yang tersusun dari pikiran yang "sadar". Menyadari hakekat riak-riak pikiran, tanpa ahamkara [ke-aku-an] an bebas dari dualitas [suci-kotor, baik-buruk, benar-salah, dll]. Kalau setelah kita mati lapisan badan yang lebih kasar terurai dan kita menggunakan badan ini, roda samsara [kelahiran kembali] berhenti dan kita akan melanjutkan evolusi jiwa kita di alam-alam yang sangat luhur [alam para kesadaran kosmik].

Dalam lapisan badan ini mengalir pengetahuan ke-Tuhanan [Brahma Vidya], kebijaksanaan sejati dan pengetahuan universal. Di lapisan badan ini tidak ada pembatasan. Kita dapat merasakan secara mutlak kesadaran mahluk lain juga tercakup di dalam kesadaran kita sendiri. Sebab realitas-nya mahluk lain juga bagian dari diri kita [Sarvam khalvidam Brahman].

WUJUD : Tidak termanifestasi.

DIKEMBANGKAN DENGAN : Dhyana [meditasi].

7. Anandamaya Kosha
 Ini adalah lapisan badan kita yang tersusun dari pikiran yang transendent, samadhi, lebur dalam paramashanti [kedamaian sempurna].

WUJUD : Tidak termanifestasi.

MOKSHA

Ketika seluruh lapisan badan ini semuanya pralina, di-titik itulah kita mengalami moksha [pembebasan sempurna], menjadi satu dengan realitas absolut. Sering di-istilahkan dengan istilah "MANUNGGAL", sebab di titik itulah kita "sadar" bahwa sebenarnya semuanya satu, trillyunan trillyunan trillyunan [tak terhingga] bentuk itu sejatinya adalah satu : Brahman.



 sumber: Hindhu Dharma.

KISAH NYATA ANAK DURHAKA



                                    KISAH NYATA ANAK DURHAKA DARI SINGAPURA

Sebuah Kisah Nyata dari Negeri tetangga Singapura beberapa dekade lalu yang cukup menghebohkan hingga Perdana Menteri saat itu, Lee Kwan Yew senior turun tangan dan mengeluarkan dekrit tentang orang lansia di Singapura.

Dikisahkan ada orang kaya raya di sana mantan Pengusaha sukses yang mengundurkan diri dari dinia bisnis ketika istrinya meninggal dunia. Jadilah ia single parent yang berusaha membesarkan dan mendidik dengan baik anak laki-laki satu-satunya hingga mampu mandiri dan menjadi seorang Sarjana.

Kemudian setelah anak tunggalnya tersebut menikah, ia minta ijin kepada ayahnya untuk tinggal bersama di Apartemen Ayahnya yang mewah dan besar. Dan ayahnya pun dengan senang hati mengijinkan anak menantunya tinggal bersama-sama dengannya. Terbayang dibenak orangtua tersebut bahwa apartemen nya yang luas dan mewah tersebut tidak akan sepi, terlebih jika ia mempunya cucu. Betapa bahagianya hati bapak tersebut bisa berkumpul dan membagi kebahagiaan dengan anak dan menantunya.

Pada mulanya terjadi komunikasi yang sangat baik antara Ayah-Anak-Menantu yang membuat Ayahnya yang sangat mencintai anak tunggalnya itu tersebut tanpa sedikitpun ragu-ragu mewariskankan seluruh harta kekayaan termasuk apartment yang mereka tinggali, dibaliknamakan ke anaknya itu melalui Notaris terkenal di sana.

Tahun-tahun berlalu, seperti biasa, masalah klasik dalam rumah tangga, jika anak menantu tinggal seatap dengan orang tua, entah sebab mengapa akhirnya pada suatu hari mereka bertengkar hebat yang pada akhirnya, anaknya tega mengusir sang Ayah keluar dari apartment mereka yang ia warisi dari Ayahnya.

Karena seluruh hartanya, Apartemen, Saham, Deposito, Emas dan uang tunai sudah diberikan kepada anaknya, maka mulai hari itu dia menjadi pengemis di Orchard Rd. Bayangkan, orang kaya mantan pebisnis yang cukup terkenal di Singapura tersebut, tiba-tiba menjadi pengemis!

Suatu hari, tanpa disengaja melintas mantan teman bisnisnya dulu dan memberikan sedekah, dia langsung mengenali si ayah ini dan menanyakan kepadanya, apakah ia teman bisnisnya dulu. Tentu saja, si ayah malu danmenjawab bukan, mungkin Anda salah orang, katanya. Akan tetapi temannya curiga dan yakin, bahwa orang tua yang mengemis di Orchad Road itu adalah temannya yang sudah beberapa lama tidak ada kabar beritanya. Kemudian, temannya ini mengabarkan hal ini kepada teman-temannya yang lain, dan mereka akhirnya bersama-sama mendatangi orang tersebut. Semua mantan sahabat karibnya tersebut langsung yakin bahwa pengemis tua itu adalah Mantan pebisnis kaya yang dulu mereka kenal.

Dihadapan para sahabatnya, si ayah dengan menangis tersedu-sedu, menceritakan semua kejadian yang sudah dialaminya. Maka, terjadilah kegemparan di sana, karena semua orangtua di sana merasa sangat marah terhadap anak yang sangat tidak bermoral itu.

Kegemparan berita tersebut akhirnya terdengar sampai ke telinga PM Lee Kwan Yew Senior.

PM Lee sangat marah dan langsung memanggil anak dan menantu durhaka tersebut. Mereka dimaki-maki dan dimarahi habis-habisan oleh PM Lee dan PM Lee mengatakan "Sungguh sangat memalukan bahwa di Singapura ada anak durhaka seperti kalian" .

Lalu PM Lee memanggil sang Notaris dan saat itu juga surat warisan itu dibatalkan demi hukum! Dan surat warisan yang sudah baliknama ke atas nama anaknya tersebut disobek-sobek oleh PM Lee. Sehingga semua harta milik yang sudah diwariskan tersebut kembali ke atas nama Ayahnya, bahkan sejal saat itu anak menantu itu dilarang masuk ke Apartment ayahnya.

Mr Lee Kwan Yew ini ternyata terkenal sebagai orang yang sangat berbakti kepada orangtuanya dan menghargai para lanjut usia (lansia). Sehingga, agar kejadian serupa tidak terulang lagi, Mr Lee mengeluarkan Kebijakan / Dekrit yaitu "Larangan kepada para orangtua untuk tidak mengwariskan harta bendanya kepada siapapun sebelum mereka meninggal. Kemudian, agar para lansia itu tetap dihormati dan dihargai hingga akhir hayatnya, maka dia buat Kebijakan berupa Dekrit lagi, yaitu agar semua Perusahaan Negara dan swasta di Singapura memberi pekerjaan kepada para lansia. Agar para lansia ini tidak tergantung kepada anak menantunya dan mempunyai penghasilan sendiri dan mereka sangat bangga bisa memberi angpao kepada cucu-cucunya dari hasil keringat mereka sendiri selama 1 tahun bekerja.

Anda tidak perlu heran jika Anda pergi ke Toilet di Changi Airport, Mall, Restaurant, Petugas cleaning service adalah para lansia. Jadi selain para lansia itu juga bahagia karena di usia tua mereka masih bisa bekerja, juga mereka bisa bersosialisasi dan sehat karena banyak bergerak. Satu lagi sebagaimana di negeri maju lainnya, PM Lee juga memberikan pendidikan sosial yang sangat bagus buat anak-anak dan remaja di sana, bahwa pekerjaan membersihkan toilet, meja makan diresto dsbnya itu bukan pekerjaan hina, sehingga anak-anak tsb dari kecil diajarkan untuk tahu menghargai orang yang lebih tua, siapapun mereka dan apapun profesinya.

Sebaliknya, Anak di sana dididik menjadi bijak dan terus memelihara rasa hormat dan sayang kepada orangtuanya, apapun kondisi orangtuanya.

Meskipun orangtua mereka sudah tidak sanggup duduk atau berdiri,atau mungkin sudah selamanya terbaring diatas tempat tidur, mereka harus tetap menghormatinya dengan cara merawatnya.

Mereka, warganegara Singapura seolah diingatkan oleh PM Lee agar selalu mengenang saat mereka masih balita, orangtua merekalah yang membersihkan tubuh mereka dari semua bentuk kotoran, juga yang memberi makan dan kadang menyuapinya dengan tangan mereka sendiri, dan menggendongnya kala mereka menangis meski dini hari dan merawatnya ketika mereka sakit.

Hormatilah, Kasihilah, Sayangilah orang tuamu selama mereka masih ada di sisimu ...

Mohon share ini kepada teman-teman Anda agar menjadi pengingat kepada kita semua.......cermin diri bagi pembaca yg budiman.Rahayu__/|\__

CINTA KASIH UNIVERSAL


           CINTA KASIH UNIVERSAL
Banyak cara untuk mempisualisasikan dan menggambarkan watak cinta kasih yg diterapkan dalam simbul kita untuk mengarungi kehidupan di dunia ini baik untuk kehidupan antar sesama manusia,alam maupun terhadap leluhur sampai ke Tuhan yang semua itu adalah sebagai penyadaran akan kepedulian kita terhadap mahkluh di Bumi ini tanpa merasa Ego.
Apapun sebutannya dan dimanapun kita berada pasti kita berinteraksi dengan orang lain dan alam lingkungan kita untuk tempat berpijak,beristirahat,bergaul,kerja maupun berkomonitas.Begitu banyak jalan yang disediakan untuk mencapai jalan cinta kasih yang kesemuanya itu baik untuk kita terapkan tergantung situasi dan tempat maupun waktu yang ada selama kita mau berusaha untuk menerapkannya dan mempraktikkan langsung dalam bentuk perbuatan nyata.
Ibu yang identik dengan Orang yang kita melahirkan(lingkup keluarga),yang identik dengan Ibu pertiwi/Ibu Bumi(alam tanah air/universal) tempat kita dilahirkan dan berpijak sebagai tumpuan dan penyangga kita hidup,dan seorang ibu tidak pernah mengeluh, tidak pernah terbebani oleh perbuatan anak-anaknya walaupun tidak sesuai dengan kebajikan laku,namun seorang Ibu tetap dan tanpa bosan-bosannya menasihati anak-anaknya untuk berbuat baik dan benar dengan bahasa yang lembut dan penuh cinta kasih meski kita kadang tidak pernah menghiraukannya sampai kita paham betul akan ketulusan kasih sayangnya.
Bagaimana kita menerapkan kasih sayang yang Universal adalah dengan mengawalinya dengan menerapkan dari hal-hal kecil sampai hal-hal yang besar yang akan menjadikan kebiasaan baik yang berlanjut tanpa kita sadari dengan catatan bahwa apa yang kita terapkan adalah untuk kebaikan semua dan tulus tanpa pamrih.
Penerapan itu kita mulai dari lingkup kecil dari sayang akan keluarga sahabat lingkungan kita tinggal dan seterusnya,memang secara teori itu gampang namun menerapkan sangatlah butuh perhatian dan ketelatenan dan secara kontinyu diperbuat minimal ucapan terima kasih yg setulusnya akan kasih Ibu yang membimbing kita dan menerapkan sifat yang mulia Beliau,sehingga lahirlah slogan"Surga ada di telapak kaki Ibu"itulah sifat kebajikan yang perlu ditauladari dari sifat Kasih sayang seorang Ibu untuk diterapkan bukan hanya sebagai simbul saja..............bukan hanya disembah saja tapi mampukah kita menerapkannya dikehidupan kita untuk saudara-saudari/sahabat,alam lingkungan dan yang lainnya................???
Di zaman sekarang sedikit sekali yang mempraktekkan langsung apa sebenarnya cinta kasih universal khususnya terhadap alam lingkungan yang semakin hari semakin di gerus oleh perkembangan zaman yang hanya mementingkan bisnis usaha tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan ulah manusia yang kurang bertanggung jawab dan perduli terhadap lingkungan,seperti contoh dampak yang ditimbulkan oleh pesatnya pariwisata yang jelas-jelas telah mengekseploitasi/memeras alam lingkungan sekitar dengan dibangunnya hotel-hotel serta villa-villa yang menjamur terutama di lahan subur untuk pertanian dan ladang yang masih produktip dan layak untuk di tata ulang untuk kelangsungan hidup generasi ke depan dimana ujung-ujungnya banyak sekali terbengkalai dan merusak pemandangan alam sekitar yang dulunya sejuk dan adem sekarang menjadi gersang dan tandus.
Adakah yang perduli dan mau menjaga alam lingkungan kita seperti dampak negatif bencana lapindo yang berkepanjangan"hasil perbuatan siapakah itu......?itu adalah hasil dari ketamakan manusia yang hanya mengeruk keuntungan dari alam serta manusia tanpa memperhatikan dampak negatifnya terhadap umat manusia lain dan generasi ke depan dan masih banyak lagi bencana alam yang merupakan hasil perbuatan dari manusia itu sendiri.Itu adalah sebagian kecil contoh yang sudah terjadi dan belum bisa ditanggulangi.Dari segi aklak manusia di zaman ini juga mengalami kemerosotan moral seperti banyaknya pertikaian antar golongan,ras,agama,perampokan,penjarahan,pemerkosaan  serta pergolakan politik yang tidak dapat menjamin keselamatan umat manusia untuk tenang serta damai karena masih dihantui oleh perasaan was-was dan merasa tidak aman dan nyaman kemanapun pergi serta berinteraksi.Adakah orang yang mau perduli untuk semua itu dan apakah solusi untuk memperbaiki karakter-karakter manusia seperti itu,adakah yang salah dalam memberi didikan moral terhadap umat manusia.....? padahal begitu gencarnya tiap-tiap agama yang diakui pemerintah untuk mengarahkan umatnya untuk hal itu,tapi justru bertambah parah,dimanakah kekurangannya.......?semua itu kebanyakan berpengaruh dengan perekonomian negara yang tidak bisa mengkaper kebutuhan umat manusia sehingga banyak tenaga kerja kita lari ke luar negeri dari tingkat Profesor sampai tenaga kerja rendahan(TKW)yang di zaman dulu di sebut budak-budak belian,adakah yang perduli untuk perekonomian kita yang lagi di bawah,apakah solusinya..........???
Negara yang makmur adalah negara yang subur yang dan bisa mencukupi kebutuhan warganya,bagaimana caranya"ada slogan nenek moyang kita"belajarlah ke Negeri China untuk mensejahtrakan wargamu"....!!!
Dan memang betul terbukti meskipun Negara China pempunyai penduduk tertinggi di Dunia namun mampu menguasai perekonomian tingkat I Dunia.........bersambung

RAJA MAJAPAHIT YANG DISTANAKAN DI PURA BESAKIH BALI


INILAH PRATIMA HYANG WISESA/RAJA MAOSPAHIT YANG DISTANAKAN DI PURA BESAKIH,dan lontar Raja purana dalem Majapahit untuk keberadaan dan pemeliharaan Pura Besakih.

Ini perihal ketentuan dan kewajiban di pura Besakih (Gunung Agung) yang tercantum dalam Piagam Raja (Dalem). Anglurah Kebayan di Besakih dan Sedahan Ler di Selat mempunyai tugas yang sama untuk memelihara dan menegakkan piagam raja ini. Begini disebutkan, persembahan raja berupa tanah sawah untuk laba pura. Tanah itu ada di wilayah desa Tohjiwa terletak di subak Kepasekan, Bugbugan, Lenging Ogang, Lod Umah, Dauh Kutuh, jumlah semuanya berbibit 12 1/2 tenah, untuk Batara Ratu Kidul sepertiga, Batara I Dewa Bukit Pangubengan sepertiga, Batara Dewa Danginkreteg sepertiga, jadi masing-masing pura mendapat sawah berbibit 3 tenah 2 depuk. Lagi sawah untuk laba pura persembahan Dalem ke hadapan Batara di Batumadeg tanah sawah di desa Tangkup yang terletak di Jejero berbibit 5 tanah.

Lagi laba pura persembahan Dalem ke hadapan Batara Manik Geni berupa tanah sawah di Muncan yang terletak di Teba Kulon, Teba Lor, berbibit 4 tenah. Persembahan Dalem ke hadapan Batara Basukihan, dan Batara Tulus Dewa berupa tanah sawah di desa Klungah terletak di subak Bukihan berbibit 12 tenah yang juga dipergunakan untuk bebakaran. Untuk pesangon juru arah, pengusung Sang Hyang Siyem, Batara Rabut Paradah ialah hasil sawah di desa Macetra di sebelah selatan bukit Santap berbibit tiga setengah tenah. Ini ketentuan yang pertama.

Warga keturunan dari Majapahit yang ikut bersama Sri Kepakisan yang datang dan menjadi raja di Bali ialah keturunan warga Kanuruhan, Arya Kenceng, Arya Delancang, Arya Belog, Sira Wang Bang. Sesudah itu Arya Kutawaringin. Pangeran Asak mengembara akhirnya sampai dan tinggal di Kapal. Di sini diangkat sebagai menantu oleh Arya Pengalasan berputra laki-laki bernama Pangeran Dauh, Pangeran Nginte dan ada pula yang wanita. Pangeran Nginte berputra Gusti Agung, Gusti di Ler. Pangeran Dauh berputra laki-laki dua orang dan wanita, yang diperistri oleh Pangeran Pande, yang tertua diperistri sepupunya, yang lebih kecil diperistri oleh Pangeran Dauh yang disebut Pangeran Srantik di Camanggawon. Keturunan Arya Kanuruhan: Pangeran Pagatepan dan Pangeran Tangkas.

Pangeran Pangalasan menurunkan Srantik ini kesatria dari Majapahit bersepupu dengan keturunan Pangeran Dauh Bale Agung warga Arya Kepakisan menjadi menteri Dalem Kepakisan yang keturunannya antara lain: Pangeran Batan Jeruk, Pangeran Nyuh Aya, Pangeran Asak. Keturunan Arya Wang Bang, Sang Penataran, Tohjiwa, Singarsa termasuk rumpun warga Pengalasan. Keturunan Arya Kenceng yaitu: Tabanan dan Badung, Keturunan Arya Belog: Buringkit dan Kaba-kaba. Keturunan Arya Wang Bang: Pring dan Cagahan Keturunan Arya Kutawaringin: Kubon Tubuh. Tiga orang wesya dari Majapahit yang bernama Tan Kober, Tan Mundur dan Tan Kawur. Keturunannya ialah Pacung, Abiansemal dan Cacahan. Pangeran Pande bersaudara dengan Pangeran Anjarame yang kawin dengan saudara Pangeran Anglurah Kanca. Mempunyai anak yang kawin dengan Pangeran Jelantik. Pangeran Pande mengambil istri ke Kapal menurunkan Arya Dauh yang ada sekarang. Dan I Gusti Agung berputra lima orang pria dan wanita tiga orang antara lain: I Gusti Kacang Pawos, I Gusti Intaran. I Gusti di Ler berputra sepuluh orang pria antara lain: I Gusti Penida dan yang wanita kawin ke Kapal (Gelgel) dengan I Gusti Kubon Tubuh. Ini merupakan mufakat dan ketulusan hati yang tersebut di atas ngemong pura-pura di Besakih. Semoga berhasil dan bahagia.

Ini perihal upaya untuk menenteramkan pulau Bali supaya selamat dan selalu berpahala. Sepatutnya Nglurah Sidemen mengawasi ketentuan pura-pura seperti dahulu, tempat bersemayamnya para Dewa dan Batara. Pikiran yang tenteram dilambangkan dengan Padmasana. Padma Nglayang adalah lambang dari Gunung Agung, Gunung Batur adalah lambang dari gunung Indrakila. Di Besakih bagian selatan tempat. bersemayamnya I Dewa Kidul, bangunan gedong bertembok. Persemayaman Ida I Dewa Manik Mas meru bertingkat satu bertiang empat. Persemayaman I Dewa Bangun Sakti meru bertingkat satu bertiang empat. Persemayaman I Dewa Ulun Kulkul meru bertingkat satu bertiang empat. Persemayaman I Dewa Jero Dalem meru bertingkat satu bertiang empat dan persemayaman I Dewa Empu Anggending sebuah gedong. Persemayaman Batara Sri meru bertingkat satu bertiang empat, persemayaman Batara Basukihan meru bertingkat tujuh. Persemayaman Batara Pangubengan meru bertingkat sebelas.

Di Penataran, persemayaman I Dewa Atu sebuah meru bertingkat sebelas. Persemayaman I Dewa Paninjoan sebuah meru bertingkat sembilan. Persemayaman I Dewa Mas Mapulilit meru bertingkat sebelas. Ini semua terletak di Penataran Agung. Lengkap dengan tempat jempana semua pura terutama sekali bangunan Sanggar Agung. Bale Agung yang terdiri dari sebelas ruangan, sebuah Kori Agung, di luar pintu gerbang ada dua balai bertiang delapan dan candiraras mengapit pintu gerbang. Perihal persemayaman I Dewa Tegal Besung sebuah meru bertingkat sebelas. Persemayaman I Dewa Samplangan sebuah meru bertingkat sembilan. Persemayaman I Dewa Enggong sebuah meru bertingkat tujuh. Persemayaman I Dewa Sagening sebuah meru bertingkat lima. Persemayaman I Dewa Made sebuah meru bertingkat tiga. Persemayaman I Dewa Pacekan sebuah meru bertingkat satu berbentuk gedong. Persemayaman Pangeran Tohjiwa sebuah meru bertingkat tiga. Persemayaman I Dewa Pasek sebuah meru bertingkat tiga.

Selanjutnya tentang bale mandapa tempat peristirahatan Dalem didampingi oleh Nglurah Sidemen. Dalem seyogyanya mengetahui semua bangunan suci yang ada di pura Batumadeg yang diemong oleh I Dewa Den Bancingah bersama para Arya dan masyarakat di sebelah barat sungai Telagadwaja supaya dalam keadaan baik semuanya. ini ketentuan mengenai persemayaman para Dewa yang diemong oleh Anglurah Sidemen bersama para Arya dan masyarakat desa di sebelah timur sungai Telagadwaja yaitu: Persemayaman I Dewa Gelap sebuah meru bertingkat tiga bertembok berdinding. Persemayaman I Dewa Bukit bersama permaisuri sebuah meru bertingkat satu bertembok. Persemayaman I Dewa Ratu Magelung meru bertingkat tiga bertembok. Persemayaman I Dewa Wisesa sebuah meru bertingkat sebelas dan sebuah candi raras yang merupakan pintu/jalan keluar masuk I Dewa Bukit. Persemayaman Sang Hyang Dedari sebuah balai bertiang empat yang dibuat dari kayu cendana.

Persemayaman I Dewa Tureksa sebuah meru bertingkat tujuh. Persemayaman I Dewa Maspahit sebuah meru bertingkat sebelas. Persemayaman I Dewa Manik Makentel sebuah meru bertingkat sebelas, sebuah balai Panggungan beratap ijuk lengkap dengan kain busana, sebuah balai Manguntur. sebuah balai Sumangkirang beratap ijuk. Di luar pintu gerbang dua buah balai Ongkara mengapit pintu. Dan juga dua buah balai Majalila beratap ijuk berhadap-hadapan. Persemayaman I Dewa Manik Geni sebuah meru bertingkat sembilan. Persemayaman I Dewa Penataran sebuah meru bertingkat tujuh. Persemayaman I Dewa Hyangning Made Gunung Agung sebuah meru bertingkat lima. Persemayaman I Dewa Gusti Hyang sebuah meru bertingkat tiga. Persemayaman Ida Hyang Antiga sebuah meru bertingkat satu. Persemayaman I Dewa Hyangning Teges sebuah meru bertingkat satu, semuanya beratap ijuk dan berdinding. Ini bagian yang diemong oleh Anglurah Sidemen. Semua bangunan suci yang berada di Penataran Agung juga menjadi tanggungjawab raja.

Dan lagi bangunan suci di pura Dangin Kreteg ditetapkan diemong oleh Arya Karangasem. Demikianlah semua bangunan suci yang tertulis dalam piagam. Dan untuk selanjutnya tentang upakara dan upacara besar maupun kecil menjadi tanggungjawab Anglurah Sidemen, juga mengenai kain-busana usungan para Dewa dan alat-alat perhiasan lainnya dibiayai dengan hasil tanah di Bebandem, Cacakan, Pajegan, Gantalan. Ini harus diingat / diperhatikan oleh Anglurah Sidemen, perlengkapan usungan para Dewa selengkapnya dan kewajiban para pemegang sawah milik raja. Begini anugerah Batara Maospahit. "Wahai turunanku raja Majapahit yang kuberikan gelar Ratu Kepakisan yang menjadi raja Bali, turun temurun harus mentaati dan menghormati piagam ini. Pegang dengan teguh piagam ini dan sebar luaskan di Bali. Dibantu oleh keturunan para Arya yang mengiring dan para punggawa yakni: Arya Kanuruhan, Kenceng, Belog. Delancang. Dan berikutnya warga Wang Bang yang juga turunan Brahmana yang ikut bersama-sama mengarungi samudra dan warga Kuta Waringin. Kepada Sira Wang Bang saya tugaskan menuju Gunung Agung (Besakih) supaya bersama-sama dengan Sang Kul Putih mohon anugerah ke hadapan Dewa (mengabdikan diri ke hadapan para Dewa) langsung sampai ke puncak Gunung Agung. Maka mulai sekarang Sira Wang Bang bersama Sang Mangku Gunung Agung. Sira Wang Bang bertugas menjaga arca Dewa dan piagam Raja yang turun dari Kahyangan.

Ini semua hendaknya diemong selama-lamanya, turun temurun. Aku mengatur / menentukan pemujaan kepada para Dewa dan lanjut upacara pengodalan pada hari Rabu Wage, wuku Kulawu, upacara pemujaan setiap hari purnama dan tilem (bulan gelap) Oktober. Nopember. April, Juli. pada saat itulah raja datang bersembahyang ke Besakih bersama para pendeta dan pasukan. Aku memberi ijin untuk mengambil hasil bumi, udara, tegalan dan sawah di desa-desa, hasil pantai, laut dan gunung di sebelah
timur sungai Telagadwaja. Terutama hasil tegal dan sawah bukti di desa Muncan. Jumlah uang tujuh belas ribu dan sawah berbibit delapan puluh lima tenah, sebagai biaya dapur dan isi lumbung agung, Sawah-sawah itu terletak di Bukih, Pedengdengan Kelod, sampai ke Keben Aras yang bernama Tinggarata. Pahyasan, Sari, Gunung Sari Lebih, dikenakan bawang putih 2200 biji dan lagi hasil bumi Selat. Ingat barang-barang itu sebagai pengisi lumbung agung yang terletak di halaman luar pura Besakih tempat hasil sawah laba itu seharga 1700. Lumbung itu milik raja dan lumbung pajenengan Batara di Gunung Agung (Besakih). Kalau sudah demikian stabillah persemayaman Dewa dan kedudukan raja. Kalau lumbung Dewa dan milik raja rusak maka diwajibkan desa harus memperbaiki lumbung itu dan mengatapi sampai selesai. Raja memberikan kuasa kepada semua penghulu desa.

Peringatan kepada Sedahan Penyarikan: supaya menaikkan padi ke lumbung terutama hasil sawah Santen Dawa Higa yang dipergunakan untuk biaya upacara di pura Besakih dan Batara di puncak Gunung Agung. Bahan upakara itu dibebankan kepada masyarakat desa Sikuhan, Renaasih, Luwih, Suarga Peleng, masing-masing 500 biji dasun putih beserta uang dan ayam putih jantan betina, bunga palawa, bunga kasna yang bunganya melekat menjadi satu dan cemara tiblun. Ini harus dibawa setiap hari Kamis Paing wuku Wayang dan Minggu Paing Dungulan ke halaman luar pura Besakih diterimakan kepada Sedahan Dewa. Jangan lalai jangan alpa dan jangan curang. Ini adalah persembahan raja kepada para Dewa dan Batara yang bersemayam di puncak Gunung Agung. Batara bersabda, "Hai kamu manusia taatilah titahku! Piagam ini telah direstui oleh para Dewa Nawasanga.

Jika tidak mentaati Piagam ini semoga kamu sirna dan menjadi lintah". Ini Piagam tahun 1007 Masehi (929 Saka). Om Namobhye namah, Om Sri wastha sattawasar. Raja Majapahit kabarnya dalam keadaan berbaring. Pada waktu itulah Prasasti yang berupa Piagam ini dikeluarkan. Aku adalah Batara Indra, aku ini adalah Batara Maospahit dan aku raja Majapahit bersama-sama bersemayam di pulau Bali. Diceritakan sekarang Dalem Pakisan yang menurunkan raja Bali. Karena ketulusan hati dan kebijaksanaan beliau ibarat Sang Hyang Darma menjadi raja yang dapat mengalahkan raja Bali yang terdahulu. Dan Sira Wang Bang yang mengabdikan diri kepada Batara di Besakih juga mengemong pura tempat bersemayamnya Batara Naga Basukih. Demikianlah kewajibannya selama hidup serta para turunannya mengabdi mempersembahkan air suci. Sira Wang Bang mengantarkan persembahan raja ke hadapan Batara di Kahyangan tatkala bersembahyang ke hadapan yang bersemayam di puncak Gunung Agung dan Batara Pusering Tasik (Tengah samudra) dan lautan madu.

Aku mengambil hasil bumi dan angkasa, segala jenis hasil pesisir, lautan dan gunung untuk biaya upacara ke hadapan Batara di Besakih (gunung Agung). Berkat anugerah Batara masyarakat bersatu mematuhinya akibatnya bumi pun makmur. Para Arya semua bersatu yaitu: Arya Kanuruhan, Arya Kenceng, Delancang, Arya Belog, Arya Kuta Waringin. Sabda Batara, "Hai kamu manusia mayapada, jangan engkau durhaka kepadaku. Jika engkau tidak memelihara pura-pura di Besakih persemayaman para Dewa masing-masing dan kalau ada yang rusak tidak kamu perbaiki, tidak bakti, semoga kamu bertikam-tikaman dengan keluargamu dan semoga engkau binasa, martabatmu akan surut dan menderita serta jauh dari keselamatan". Sabda Batara Nawasanga kepada para umat penganut Siwa dan Buda dan para catur wangsa supaya memelihara dan memperbaiki kerusakan pura di Besakih. Apabila waktu bersembahyang melihat warna seperti ijuk sekakab (segabung), itu pertanda turunnya Batara Kidul Bangun Sakti. Ucapkan mantra: Ong, Bang, I, namah. manifestasi Sang Hyang Antaboga yang bersemayam di samudra.

Kalau kelihatan seperti air tenang itu pertanda turunnya I Dewa Bukit. Ucapkan mantra: Ong, Yang, Ung, namah. ltulah manifestasi Batara Duhuring Akasa / Batara Naga Basukih. Kalau kelihatan ada cahaya seperti api menyala dan gemerlapan, itu pertanda turunnya Batara Atu. Ucapkan mantra: Ongkara Siwa namah swaha. Manifestasi Sang Hyang Siwa. Apabila kelihatan warna putih berkilau-kilauan itu pertanda turunnya I Dewa Sesa. Ucapkan mantra: Ong, Saswara Indra nama swaha. Manifestasi Sang Hyang Surya. Tampak cahaya berwarna merah itu pertanda turunnya I Dewa Rabut Pradah. Ucapkan mentera: Ong, Bang Yudhaya namah swaha. Manifestasi Batara Brahma. Kelihatan cahaya berwarna kuning seperti emas wilis itu pertanda turunnya Batara Maospahit. Ucapkan mentera: Ong, Ong, Tang namah swaha. Manifestasi Batara Wulan.

Kelihatan. cahaya seperti kaca hitam itu pertanda turunnya Batara Batu Madeg. Ucapkan mentera: Ong, Ang, Ung. Kresnaya nama swaha. Manifestasi Batara Wisnu. Kelihatan cahaya seperti perak bertatahkan permata mirah itu pertanda turunnya Batara Basukihan. Ucapkan mentera: Ong, Mang, Siwaya namah swaha. Manifestasi Sang Agawe Pita. Kelihatan cahaya seperti mirah dan intan yang telah digosok itu pertanda turunnya I Dewa Mas Makentel. Ucapkan mentera: Ong, Mang. Siwaya namah swaha. Manifestasi Batara Rabut Sedana Sakti. Kelihatan cahaya seperti air embun seperti permata jamrut itu pertanda turunnya I Dewa Manik Malekah. Ucapkan mentera: Ong, Sang Bhawantu Sri ya namah. Manifestasi Batara Sri. Kelihatan cahaya seperti bunga teleng gemerlapan itu pertanda turunnya Batari Pertiwi. Ucapkan mentera: Ong, Ong, Sri Sundharu ya namah. Manifestasi Batari Kuwuh/Batari Sundhari. Beliaulah yang menciptakan yang indah-indah dan benda-benda berharga dan persemayaman beliau tiada taranya.

Kelihatan cahaya seperti kunang-kunang bertaburan itu pertanda turunnya I Dewa Geni / I Dewa Gelap. Ucapkan mentera: Ong Sa, Ba, Ta, nama siwaya. Beliau berwujud baik buruk, bumi dan angkasa. Kelihatan cahaya gelap gulita itu pertanda turunnya Batara Gangga di sebelah selatan Besakih menjadi mata air yang dinamakan Sindu Tunggang. Kisah kenyataan. Kelihatan cahaya gelap gulita turun Batari Gangga di sebelah utara Besakih: menjadi mata air yang dinamakan Sang Hyang Tirta Sakti Amerta. Demikianlah kisah semua mata air pada tahun 122 M. Turun Batara Indra dan membawanya ke Surga. Ini disebut Brahma Tirta terjadi pada tahun 126 Masehi. Turun pada waktu gelap gulita hujan angin kelihatan seperti mas berpermata intan dan terdengar seperti suara gentaworag para Mpu mengalun. Ucapkan mentera: Ong, Nang, Ung, Nang, Ung. Turunlah arca mas bermuka empat, arca perak, tembaga, loyang, besi. Semua bertatahkan permata mirah.

Turun pada waktu malam hari disertai topan dan hujan itu pertanda turunnya Sang Hyang Siyem berwarna putih kehijau-hijauan dan Sang Hyang Rabut Pradah diiringi dengan tabuh-tabuhan dengdengkuk. Untuk mengingatkan raja supaya bersembahyang ke Besakih bersama para Arya serta rakyatnya mempersembahkan upacara. Semua mengiring malasti ke pancuran Pamanca (Arca) pada paruh bulan terang dengan kurban berupa babi guling 5, suci, dan lis. Di Pulo Jelepung sawah berbibit dua tenah dan lagi di Kinang sawah berbibit dua setengah tenah di Balu Agung Jelantik sawah berbibit empat tenah di Batu Mangecek berbibit empat tenah. Lagi sawah di daerah Tusan yang terletak di Jati Heling berbibit dua tenah.

Pada abad XIII berdirilah Dinasti Majapahit dimana terjadi perkawinan Brahmaraja  I dengan putri Kerajaan Miao Li yaitu Yu Lan(Dara Jingga)putri ke II,juga pendiri Majapahit yakni Prabu Wisnu Wardana memperistri putri Raja Miao LI yang pertama yaitu Yu Lin(Dara Petak).Hyang Wisesa/Brahmaraja I Raja Jenggala sebelum diabisheka bernama “Jayasaba”sedangkan kakaknya sebelum diabhiseka Raja Kadiri bernama “Jayabaya”.

Kenapa hanya Brahmaraja I saja yang di buatkan pelinggih di Pura terbesar di Besakih karena sebagian besar  anak-anak beliau sudah pindah ke Bali yaitu yang dikenal dengan “ Sapta Arya”ditugaskan menjadi Anglurah di tiap-tiap Kadipaten/kabupaten di Bali membantu Pamannya “Sri Kresna Kepakisan(Raja Bali)”demi kelancaran pemerintahan Beliau,sedangkan anak yang paling sulung masih di Jawa meneruskan kerajaan di Jenggala yaitu Arya Cakradara mengawini Ratu Tri Bwana Tungga Dewi(Raja III).
Sedangkan kakaknya Raja Kadiri Prabu Wisnu Wardana/Jayabaya yang menurunkan Raja-Raja di Jawa di buatkan pelinggih berupa Candi Megah  di zaman itu disesuaikan dengan adat tanah Jawa yang mana semua Palinggih Raja disemayamkan di Candi yang megah(lihat sejarah Nagarakertagama).
Hyang Wisesa di Jawa bergelar Hyang Indra karena Beliau ahli di bidang perang yang sering disebut Dewa Perang,Beliaulah yang mahir dalam taktik Peperangan di zaman itu dan mahir dengan segala senjata sehingga anak-anaknya mewarisinya sampai keturunannya sekarang.

Yaitu Sri Wilatikta Brahmaraja XI(Abisheka Raja Majapahit Suryadiningrat)yaitu keturunan dari anak pertama beliau yang masih tinggal di jawa meneruskan kerajaan di jawa/Puri Jenggala,Tulung Agung  yaitu dari trah ARYA CAKRADARA BERISTRI RATU TRI BWANA TUNGGA DEWI(Raja III).
Adapun pelinggih semua Kawitan Orang Bali dan Jawa di Pusatkan di Pura Majapahit Pusat Trowulan di sebelah utara kolam Segaran di sana terpampang semua soroh/klan dari Hyang Pasupati(Purusha)dan Hyang Bhatari Gangga(Predhana) menurunkan Raja Jawa-Bali/ Dalem,Ratu Pasek,Ratu Kepandean,dsb dst,tertulis dengan gamlang dengan Prasasti berupa lempengan emas.Sehingga Pura Majapahit Pusat Trowulan merupakan Pura Bibit Kawit/Kawitan Pertama orang Jawa dan Bali yang menyebar sesuai perkembangan zaman ekspedisi/eksodus untuk mencari daerah baru yang lebih eksis untuk keturunan selanjutnya.
Yang mana daerah ini dulunya merupakan bekas Pusat Kerajaan Jawa yang sudah mendunia sampai ke mancanegara yang sering di sebut Nusantara di zaman itu.

Daerah kekuasaannya mencakup Thailand,siam,Burma,Malaysia,madagaskar(Nagarakertagama).
Sehingga Ageman Leluhur kita dari dulu adalah Ageman Siwa Budha/Purusha Predhana/Pertiwi Akasa/Bumi Langit/Lingga Yoni yang sering disebut Kawitan kita “Shanghyang Sangkan Paraning Dumadi”sehingga Leluhur kita dulu bisa mencapai Moksah/Mokswa karena mampu menerapkan Ageman yang tidak ada duanya di Dunia.

Di zaman sekarang orang-orang belum bisa menerapkan karena tercemari  oleh pengaruh ageman lain yang sering mengambil jalan singkat bahkan mengajarkan “pengampunan Dosa”sedangkan yang namanya dosa tetap dosa ,yang benar tetap benar dan yang salah tetap salah sesuai hukum karmapala,inilah keunikan Leluhur kita yang sulit diterapkan oleh ageman lain sehingga mencari jalan pintas langsung menuju jalan tol alternative langsung menuju Tuhan tanpa melalui tingkatan yang ada yaitu Leluhur Kawitan sesuai tingkatan-tingkatannya.
Keunikan Bali yang lain bisa dilihat lewat bagaimana manusia Bali melakukan pembinaan kekerabatan secara lahir dan batin. Manusia Bali begitu taat untuk tetap ingat dengan asal muasal darimana dirinya berasal. Hal inilah kemudian melahirkan berbagai golongan di masyarakatnya yang kini dikenal dengan wangsa atau soroh. Begitu banyak soroh yang berkembang di Bali dan mereka memiliki tempat pemujaan keluarga secara tersendiri.
Tatanan masyarakat berdasarkan soroh ini begitu kuat menyelimuti aktivitas kehidupan manusia Bali. Mereka tetap mempertahankan untuk melestarikan silsilah yang mereka miliki. Mereka dengan seksama dan teliti tetap menyimpan berbagai prasasti yang didalamnya berisi bagaimana silsilah sebuah keluarga Bali.

Beberapa soroh yang selama ini dikenal misalnya Warga Pande, Sangging, Bhujangga Wesnawa, Pasek, Dalem Tarukan, Tegeh Kori, Pulasari, Arya, Brahmana Wangsa, Bali Aga dan lainnya. Semuanya memiliki sejarah turun-temurun yang berbeda. Meski begitu, akhirnya mereka bertemu dalam siklus keturunan yang disebut Hyang Pasupati. Begitu unik dan menarik memahami kehidupan manusia Bali dalam kaitan mempertahankan garis leluhurnya tersebut. Sebagian kehidupan ritual mereka juga diabdikan untuk kepentingan pemujaan terhadap leluhur mereka

Identifikasi Orang Bali
Suku bangsa Bali merupakan kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan budayanya, kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa yang sama. Walaupun ada kesadaran tersebut, namun kebudayaan Bali mewujudkan banyak variasi serta perbedaan setempat. Agama Hindhu yang telah lama terintegrasikan ke dalam masyarakat Bali, dirasakan juga sebagai unsur yang memperkuat adanya kesadaran kesatuan tersebut.

Perbedaan pengaruh dari kebudayaan Jawa  di berbagai daerah di Bali dalam jaman Majapahit dulu, menyebabkan ada dua bentuk masyarakat Bali, yaitu masyarakat Bali - Aga dan masyarakat Bali Majapahit.

Masyarakat Bali Aga kurang sekali mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa  dari Majapahit dan mempunyai struktur tersendiri. Orang Bali Aga pada umumnya mendiami desa-desa di daerah pegunungan seperti Sembiran, Cempaga Sidatapa, pedawa, Tiga was, di Kabupaten Buleleng dan desa tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem. Orang Bali Majapahit yang pada umumnya diam didaerah-daerah dataran merupakan bagian yang paling besar dari penduduk Bali.

Pulau Bali yang luasnya 5808,8 Km2 dibelah dua oleh suatu pegunungan yang membujur dari barat ke timur, sehingga membentuk dataran yang agak sempit. di sebelah utara., dan dataran yang lebih besar disebelah selatan. Pegunungan tersebut yang sebagian besar masih tertutup oleh hutan rimba, mempunyai arti yang penting dalam pandangan hidup dan kepercayaan penduduk. di wilayah pegunungan itulah terletak Parahyangan (pura) yang dianggap suci oleh orang Bali, seperti Pura Pulaki, Pura Batukaru, dan yang terutama sekali Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung.

Sedangkan arah membujur dari gunung tersebut telah menyebabkan penunjukan arah yang berbeda untuk orang Bali utara dan Orang Bali selatan. Dalam Bahasa Bali, kaja berarti ke gunung, dan kelod berarti ke laut. Untuk orang Bali Utara kaja berarti selatan, sedangkan untuk orang Bali selatan kaja berarti utara. Sebaliknya kelod untuk orang Bali utara berarti utara, dan untuk orang bali selatan berarti selatan. Perbedaan ini tidak saja tampak dalam penunjukan arah dalam bahasa Bali, tapi juga dalam aspek kesenian dan juga sedikit aspek bahasa. Konsep kaja kelod itu nampak juga dalam kehidupan sehari-hari, dalam upacara agama, letak susunan bangunan-bangunan rumah suci dan sebagainya.

Bahasa Bali termasuk keluarga bahasa Indonesia. Dilihat dari sudut perbendaharaan kata dan strukturnya, maka bahsa Bali tak jauh berbeda dari bahsa Indonesia lainnya. Peninggalan prasasti zaman kuno menunjukkan adanya  suatu bahasa Bali kuno yang berbeda dari bahasa Bali sekarang. Bahasa Bali kuno tersebut disamping banyak mengandung bahasa Sansekerta, pada masa kemudiannya juga terpengaruh oleh bahasa Jawa Kuno dari jaman Majapahit, ialah jaman waktu pengaruh Jawa besar sekali kepada kebudayaan Bali. Bahasa Bali mengenal juga apa yang disebut "perbendaharaan kata-kata hormat", walaupun tidak sebanyak perbendaharaan dalam bahasa Jawa. Bahasa hormat (bahasa halus) dipakai kalau berbicara dengan orang-orang tua atau tinggi. Di Bali juga berkembang kesusasteraan lisan dan tertulis baik dalam bentuik puisi maupun prosa. Disamping itu sampai saat ini di bali didapati juga sejumlah hasil kesusasteraan Jawa Kuno (kawi) dalam bentuk prosa maupun puisi yang dibawa ke Bali tatkala Bali di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.
Sistem Kekerabatan Orang Bali


Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali, karena pada saat itulah ia dapat dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itu ia memperoleh hak-hak dan kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat.
Menurut anggapan adat lama yang amat dipengaruhi oleh sistem klen-klen (dadia) dan sistem warna(wangsa), maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara warga se-klen, atau setidak-tidaknya antara orang yang dianggap sederajat dalam warna. Demikian, perkawinan adat di Bali itu bersifat endogami klen, sedangkan perkawinan yang dicita-citakan oleh orang Bali yang masih Kolot adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara laki-laki. Keadaan ini memang menyimpang dari lain-lain masyarakat yang berklen, yang pada umumnya bersifat exogam.

Orang-orang se-klen di Bali itu, adalah orang orang yang setingkat kedudukannya dalam adat dan agama, dan demikian juga dalam warna, sehingga dengan berusaha untuk kawin dalam batas klennya, terjagalah kemungkinan akan ketegangan-keteganagan dan noda-noda keluarga yang akan terjadi akibat perkawinan antar warna yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini terutama harus dijaga agar anak wanita dari warna yang tinggi jangan sampai kawin dengan pria yang lebih rendah derajat warnanya, karena perkawinan itu akan membawa malu kepada keluarga, serta menjatuhkan gengsi dari seluruh warna dari anak wanita tersebut.

Dahulu, apabila ada perkawinan semacam itu, maka wanitannya akan dinyatakan keluar dari dadianya, dan secara fisik suami-istri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama, ketempat yang jauh dari tempat asalnya. Semenjak tahun 1951, hukuman sermacam itu tidak pernah dijalankan lagi, dan pada saat ini hukuman campuran semacam itu relatif lebih banyak dilaksanakan. Bentuk perkawinan lain yang dianggap pantang adalah perkawinan bertukar antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri (makedengan ngad), karena perkawinan yang demikian itu dianggap dapat mendatangkan bencana (panes). Pada umumnya, seorang pemuda Bali memperoleh seorang istri dengan dua cara, yaitu dengan meminang (memadik, ngidih) kepada keluarga gadis, atau dengan cara melarikan seorang gadis (mrangkat,ngrorod). Kedua cara diatas berdasarkan adat.

Sesudah pernikahan, suami-istri yang baru biasanya menetap secara virilokal dikomplek perumahan dari orang tua suami, walapun tidak sedikit suami istri yang menetap secara neolokal dengan mencari atau membangun rumah baru. Sebaliknya ada pula suami istri baru yang menetap secara uxorilokal dikomplek perumahan dari keluarga istri (nyeburin). Kalau suami istri menetap secara virilokal, maka anak-anak keturunan mereka selanjutnya akan diperhitungkan secara patrilineal (purusa), dan menjadi warga dari dadia si suami dan mewarisi harta pusaka dari klen tersebut. Sebaliknya, keturunan dari suami istri yang menetap secara uxorilokal akan diperhitungkan secara matrilineal menjadi warga dadia si istri, dan mewarisi harta pusaka dari klen itu. Dalam hal ini kedudukan si istri adalah sebagai sentana predhana(penerus keturunan).

Suatu rumah tangga di Bali biasanya terdiri dari suatu keluarga batih yang bersifat monogami, sering ditambah dengan anak laki-laki yang sudah kawin bersama keluarga batih mereka masing-masing dan dengan orang lain yang menumpang, baik orang yang masih kerabat maupun orang yang bukan kerabat. Beberapa waktu kemudian terdapat anak laki-laki yang sudah maju dalam masyarakat sehingga ia merasa mampu untuk berdiri sendiri, memisahkan diri dari orang tua dan mendirikajn rumah tangga sendiri yang baru. Salah satu anak laki-laki biasanya tetap tinggal di komplek perumahan orang tua (ngerob), untuk nanti dapat membantu orang tua mereka kalau sudah tidak berdaya lagi dan untuk selanjutnya menggantikan dan melanjutkan rumah tangga orang tua.

Tiap-tiap keluarga batih maupun keluarga luas, dalam sebuah desa di Bali harus memelihara hubungan dengan kelompok kerabatnya yang lebih luas yaitu klen (tunggal dadia). Strutur tunggal dadia ini berbeda-beda di berbagai tempat di Bali. Di desa-desa pegunungan, orang-orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak usah lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya. didesa-desa tanah datar, orang-orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan mendirikan tempat pemujaan di masing-nasing kediamannya, yang disebut kemulan taksu.

Disamping itu, keluarga batih yang hidup neolokal masih mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap kuil asal (dadia atau sanggah) di rumah orang tua mereka.Suatu pura ditingkat dadia merayakan upacara-upacara sekitar lingkaran hidup dari semua warganya, dan dengan demikian pura/kuil tersebut mempersatukan dan mengintensifkan rasa solidaritet anggota-anggota dari suatu klen kecil.

Di samping itu ada lagi kelompok kerabat yang lebih besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah) yang memuja kawitan leluhur yang sama disebut kelenteng (pura) paibon atau panti. Dalam prakteknya, suatu tempat pemujaan di tingkat paibon juga hanya mempersatukan suatu lingkaran terbatas dari kaum kerabat yang masih dikenal hubungannya saja. Klen-klen besar sering juga mempunyai suatu sejarah asal-usul yang ditulis dalam bentuk babad dan prasasti yang disimpan sebagai pusaka oleh salah satu dari keluarga-keluarga yang merasa dirinya senior, ialah keturunan langsung dan salah satu cabang yang tua dalam klen.
Sistem Kemasyarakatan Orang Bali

Banjar
Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan menghendaki.

Pusat dari  banjar adalah Bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut Kelian banjar. Ia dipilih dengan masa jabatab tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan masalah yang menyangkut Desa adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrasi pemerintahan.

Subak
Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang yang menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota banjar. Warga subak adalah pemilik atau para penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari dari bendungan-bendungan yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai banyak sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebtu akan menggabungkan diri dengan semua subak dimana ia mempunya sebidang sawah.

Sekaha
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris/sanggar tari Baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas dari organisasi banjar maupun desa.

Gotong - Royong
Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong (nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan aktivitas di sawah (seperti menanem, menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan sebagainya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan kematian. nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng (menarik). Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam menyelenggarakan suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan. bentuk yang terakhir adalah kerja bhakti (ngayah) untuk keperluan agama,masyarakat maupun pemerintah.

Kesatuan-kesatuan sosial di atas, biasanya mempunyai pemimpin dan mempunyai kitab-kitab peraturan tertulis yang disebut awig-awig atau sima. Pemimpin biasanya dipilih oleh warganya. Klen-klen juga mempunyai tokoh penghubung yang bertugas memelihara hubungan antara warga-warga klen, menjadi penasehat bagi para warga mengenai seluk beluk adat dan peristiwa-peristiwa yang bersangkaut paut dengan klen. Tokoh klen serupa itu di sebut moncol. Klen tersebut tidak mempunyai peraturan tertulis, akan tetapi mempunya silsilah/babad. Ditingkat desa ada kesatuan-kesatuan administratif yang disebut perbekelan. Suatu perbekelan yang sebenarnya merupakan warisan dari pemerintah Belanda, diletakkan diatas kesatuan-kesatuan adat yang asli di Bali, seperti desa adat dan banjar. Maka terdapatlah gabungan-gabungan dari banjar dan desa ke dalam suatu perbekelan yang dipimpin oleh perbekel atau bendesa yang secara administratif bertanggung jawab terhadap atasannya yaitu camat, dan seterusnya camat bertanggung jawab kepada bupati.dst dsb. (sebagian teks diambil dari babad Bali di tambah babad Jawa/Majapahit).