PAGERWESI ADALAH PEMUJAAN UNTUK KAWITAN TERTINGGI (PRAMESTIGURU)
INI DIAMBIL DARI LONTAR RAJA PURANA DALEM MAJAPAHIT untuk keberadaan PURA BESAKIH :salah satu isinya adalah sebagai berikut"Jika tidak mentaati Piagam ini semoga kamu sirna dan menjadi lintah". Ini Piagam tahun 1007 Masehi (929 Saka). Om Namobhye namah, Om Sri wastha sattawasar. Raja Majapahit kabarnya dalam keadaan berbaring. Pada waktu itulah Prasasti yang berupa Piagam ini dikeluarkan.
INI DIAMBIL DARI LONTAR RAJA PURANA DALEM MAJAPAHIT untuk keberadaan PURA BESAKIH :salah satu isinya adalah sebagai berikut"Jika tidak mentaati Piagam ini semoga kamu sirna dan menjadi lintah". Ini Piagam tahun 1007 Masehi (929 Saka). Om Namobhye namah, Om Sri wastha sattawasar. Raja Majapahit kabarnya dalam keadaan berbaring. Pada waktu itulah Prasasti yang berupa Piagam ini dikeluarkan.
Aku adalah Batara Indra (Sri Wilatikta Brahmaraja I/Jayasabha nama beliau sebelum di abisekha Raja Majapahit)Hyang Wisesa gelar Beliau(Purusha), Istriku adalah Batari Maospahit(Bhatari Mas Magelung) dan aku Raja Majapahit bersama-sama bersemayam di pulau Bali.Ucapan ini ditujukan pada/ Diceritakan kepada Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan yang menurunkan Raja Bali. Karena ketulusan hati dan kebijaksanaan beliau ibarat Sang Hyang Dharma menjadi raja yang dapat mengalahkan raja Bali yang terdahulu.
Dan Sira Wang Bang yang mengabdikan diri kepada Batara di Besakih juga mengemong pura tempat bersemayamnya Batara Naga Basukih. Demikianlah kewajibannya selama hidup serta para turunannya mengabdi mempersembahkan air suci. Sira Wang Bang mengantarkan persembahan raja ke hadapan Batara di Kahyangan tatkala bersembahyang ke hadapan yang bersemayam di puncak Gunung Agung dan Batara Pusering Tasik (Tengah samudra) dan lautan madu. Aku mengambil hasil bumi dan angkasa, segala jenis hasil pesisir, lautan dan gunung untuk biaya upacara ke hadapan Batara di Besakih (gunung Agung). Berkat anugerah Batara masyarakat bersatu mematuhinya akibatnya bumi pun makmur(Gemah rimpah loh jinawi).
Para Arya semua bersatu yaitu: Arya Kanuruhan, Arya Kenceng, Delancang, Arya Belog, Arya Kuta Waringin. Sabda Batara, "Hai kamu manusia mayapada, jangan engkau durhaka kepadaku. Jika engkau tidak memelihara pura-pura di Besakih persemayaman para Dewa masing-masing dan kalau ada yang rusak tidak kamu perbaiki, tidak bakti, semoga kamu bertikam-tikaman dengan keluargamu dan semoga engkau binasa, martabatmu akan surut dan menderita serta jauh dari keselamatan". Sabda Batara Nawasanga kepada para umat penganut Siwa dan Buda dan para catur wangsa supaya memelihara dan memperbaiki kerusakan pura di Besakih."dsb dst.
Jadi semua Pura pura yang ada di Bali adalah pemujaan untuk Leluhur sesuai dengan tingkatannya,sedangkan Tuhan adalah sebagai pesaksi karena Tuhan telah memberikan mandat untuk Leluhur Tertinggi untuk mengurus keturunannya,baru nanti Beliau menyampaikan kepada Tuhan,bukti nyatanya sesuai dengan keberadaan Meru Tumpang yang ada di Kawitan di Besakih seperti Meru Tumpang I,II,II sampai Tumpang XI.contoh tingkatan leluhur kita ambil dari Bapak Ibu tingkat/tumpang I,Kakek nenek II,Kumpi III,buyut IV,kelab kambe V,dadong dawuh VI,kropaksentre VII,udeg-udeg VIII,gantung siwur IX,canggah X,Danghyang XI, baru setelah itu Tuhan.Jadi begitulah contoh untuk imflementasi Tingkatan leluhur yang dimanifestasikan oleh pendahulu kita dalam bentuk Meru Tumpang dan lestari sampai sekarang dan Budaya adiluhung itu punya makna bukan sekedar"mule keto"yang berhubungan dengan Buana Agung Alam semesta dan beserta isinya(Siwatatwa).
Menyambung makna dari Pagerwesi yang sudah turun menurun dirayakan oleh umat kita sudah tentu berhubungan juga dengan bhakti ke dalam diri yang sering di identikkan dengan Roh Suci(atman yang bersemayam di dalam diri dengan istilah Yoga Semadhi yaitu penerapan budhi pekerti luhur,mulat sarira,cinta kasih sesama sekalian mahkluk/sarwa prani,karena apa yang ada di alam(macrokosmos) begitu juga keberadaannya di Buana Alit(microkosmos)imflementasi ke dalam yang sering disebut Budhatatwa.inilah yang sering diperdebatkan mengenai makna "Siwa Budha"yang merupakan satu kesatuan dalam konsef kita hidup.Apapun yang kita laksanakan tanpa menerapkan "siwa budha"semuanya adalah palsu belaka.Inilah sistem yang perlu dilanggengkan turun-temurun agar terus berkelanjutan.
Menyambung makna dari Pagerwesi yang sudah turun menurun dirayakan oleh umat kita sudah tentu berhubungan juga dengan bhakti ke dalam diri yang sering di identikkan dengan Roh Suci(atman yang bersemayam di dalam diri dengan istilah Yoga Semadhi yaitu penerapan budhi pekerti luhur,mulat sarira,cinta kasih sesama sekalian mahkluk/sarwa prani,karena apa yang ada di alam(macrokosmos) begitu juga keberadaannya di Buana Alit(microkosmos)imflementasi ke dalam yang sering disebut Budhatatwa.inilah yang sering diperdebatkan mengenai makna "Siwa Budha"yang merupakan satu kesatuan dalam konsef kita hidup.Apapun yang kita laksanakan tanpa menerapkan "siwa budha"semuanya adalah palsu belaka.Inilah sistem yang perlu dilanggengkan turun-temurun agar terus berkelanjutan.
Dan ini saya tampilkan (Foto Piagam Siwa Budha zaman Dinasti Sendok dok Pura Majapahit Pusat)kenapa simbul "Surya Majapahit"adalah sebagai lambang Kerajaan Majapahit yang mana Siwa budha menyatu di tengah-tengah diantara dewa-dewa yang lain.Sehingga apa yang bisa membentengi kita bukanlah kesaktian atau kekebalan melainkan bhakti yang tulus pada Leluhur disertai moral yang baik.Rahayu, semoga semua mahkluk hidup berbahagia.
0 Responses So Far:
Ngiring sareng-sareng Ngelantur